Minggu, 23 Maret 2008

Sistem Pemerintahan Yang Ideal Menurut Thomas More: Suatu Tinjauan atas "Utopia" Thomas More

Oleh Blasius Baene


I. Pendahuluan

Setiap negara menginginkan keharmonisan, keadilan dan kedamaian. Keharmonisan, keadilan dan kedamaian dalam sebuah negara akan terwujud apabila negara itu memiliki sistem pemerintahan yang baik. Yang dimaksud dengan sistem pemerintahan yang baik adalah bahwa dalam suatu negara ada seorang pemimpin, seperti Presiden, Perdana Menteri, dan para dewan pemerintahan memimpin dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Seorang pemimpin negara harus mempunyai orientasi yang jelas dalam membangun sebuah negara yang harmonis, adil dan damai. Artinya, seorang pemimpin negara tidak boleh sewenang-wenang dan atas kehendak pribadi mengambil sebuah keputusan dalam sebuah negara. Sebaliknya, seorang pemimpin negara harus memperhatikan berbagai aspirasi dari warga negaranya untuk mengambil sebuah keputusan secara bersama-sama. Dengan demikian, sistem pemerintahan yang baik akan terwujud apabila mencakup sikap hormat terhadap warga negara dan kebebasan masyarakat.
Tema tentang “SISTEM PEMERINTAHAN YANG IDEAL MENURUT THOMAS MORE” merupakan sebuah tema yang penulis bahas dalam paper ini. Titik tolaknya adalah sistem pemerintahan di kota Utopia. Dalam membahas bagaimana More memahami pemerintahan yang ideal, pertama-tama penulis melihat latar belakang munculnya utopia dan pengertian utopia itu sendiri. Kemudian, penulis melihat bagaimana sistem pemerintahan di kota Utopia. Setelah itu, penulis melihat bagaimana pemikiran Thomas More tentang sistem pemerintahan yang ideal dalam sebuah negara. Dalam bagian refleksi teologis, penulis melihat dimensi Allah berbicara apa kepada Thomas More dalam menanggapi situasi jamannya, dan dari sana penulis mengaplikasikan sistem pemerintahan itu untuk pemerintahan kita pada jaman sekarang.

II. Latar belakang Utopia Thomas More

Judul asli dari buku Thomas More adalah “The Best State of Commonwealth and the New Island or Utopia.”1 Namun, judul buku ini disingkat menjadi “Utopia.” Buku ini terdiri dari dua buku, yaitu buku satu dan buku dua. Buku satu tidak mempunyai sub-sub judul sedangkan buku dua terdiri dari beberapa sub judul, misalnya tentang perekonomian dan pekerjaan, tentang pemerintah, pernikahan dan lain sebagainya. Kedua buku ini ditulis pada tahun 1515-1516. Perlu diingat bahwa Utopia buku II diselesaikan oleh Thomas More lebih dahulu dari pada Utopia buku satu.
Jika kita membaca kedua buku ini, maka kita mendapat kesan bahwa buku ini terlalu membosankan, karena kita seakan-akan dibawa pada sebuah dunia khayalan, sebuah dunia yang tidak nyata, apalagi utopia buku yang pertama hampir seluruhnya berisikan tentang dialog. Sedangkan dalam utopia buku yang kedua, kita baru mendapat pemahaman apa arti utopia yang dimaksudkan oleh Thomas More. Namun, walaupun demikian, bila kita masuk lebih dalam untuk memahami gagasan-gagasan More dalam kedua buku ini, maka kita dapat mengerti bahwa utopia yang digagas oleh More tidak sekadar bersifat khayalan, tetapi lebih dari itu utopia Thomas More mengandung nilai-nilai kehidupan, baik yang bersifat religius maupun yang bersifat sosial.
Dalam buku satu kita melihat bahwa latar belakang utopia diawali dari sebuah taman di Antwerp.2 Antwerp adalah sebuah kota pelabuhan besar di Eropa yang penuh dengan kapal dan pengelana dari Dunia Baru. Kota ini ditemukan oleh Columbus sekitar tahun 1492. Di kota ini, ada dua orang bersahabat, yaitu Peter Giles dan Morus bersama-sama mendengarkan kisah perjalanan Raphael Hytholday salah seorang pengelana Portugis yang tidak hanya menjadi seorang pengelana biasa, tetapi lebih sebagai seorang pencari kebenaran dalam kehidupan politik. More sendiri diperkenalkan oleh Peter Giles kepada Raphael Hytholday yang baru pulang dari Amerika. Dan pertemuan mereka merupakan dasar permasalahan utama dalam utopia Thomas More.
Dalam utopia buku Dua, kita mendapat sebuah pemahaman bahwa utopia diandaikan sebagai sebuah pulau yang secara geografis dan sosial merupakan gambaran kota Inggris.3 Pulau ini didirikan oleh Utopus4. Secara geografis, pulau utopia memiliki luas 200 mil di bagian tengah. Tetapi, karena pulau ini dipersempit akhirnya sekelilingnya menjadi 500 mil sehingga pulau itu berbentuk seperti bulan sabit. Di sekeliling pulau utopia, ada belasan pulau yang terpisah ke dalam sebuah teluk yang besar. Di pulau utopia, ada 54 negara kota dan satu ibu kota sebagai tempat pertemuan para wakil dari masing-masing kota adalah kota Amaurot. Kota ini berada di dekat pusat pulau utopia.
Sebagian besar warga negara utopia adalah bertani, sehingga setiap kota di pulau utopia harus dibangun dengan baik dan dilengkapi dengan peralatan pertanian. Oleh karena itu, setiap penduduk utopia diharapkan untuk mempunyai keahlian dan ketrampilan dalam mengolah tanah sebagai tempat mencari nafkah sehari-hari.

III. Pengertian Utopia

Apa itu Utopia? Utopia merupakan sebuah sistem sosial politik yang sempurna yang hanya ada dalam bayangan (khayalan) dan sulit atau tidak mungkin diwujudkan dalam sebuah kenyataan.5 Dikatakan sulit dan tidak mungkin, karena sesuatu “itu” hanya berada dalam angan-angan. Misalnya: seorang pemimpin negara mempunyai cita-cita untuk mewujudkan sebuah negara yang adil dan makmur. Namun, untuk mewujudkan cita-cita seperti itu tidaklah mudah dan bahkan tidak mungkin kalau dalam suatu negara terdapat pemimpin-pemimpin yang cenderung konservatif, artinya selalu menentang segala sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan mereka. Atau juga dalam sebuah negara terjadi pergolakan politik, misalnya pergolakan politik yang baru-baru terjadi sekarang ini adalah di Myanmar, Pakistan, dan beberapa negara lain yang mengalami pergoalakan politik. Akhirnya, konsep untuk mewujudkan sebuah negara yang adil dan makmur hanyalah merupakan sebuah konsep utopis belaka.
Berkaitan dengan konsep utopis semacam itu, ada beberapa pandangan yang mencoba menginterpretasikan arti dan tujuan utopia Thomas More. Sekurang-kurangnya ada tiga6 interpretasi yang saling bertentangan berkaitan dengan arti dan tujuan utopia Thomas More. Ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut: Pertama: Utopia merupakan sebuah kerangka pemikiran More tentang suatu negara yang ideal. Kedua: Utopia merupakan sebuah tulisan yang dipenuhi dengan teka-teki dan ironi, artinya sebagian gagasan utopia itu mencerminkan pandangan More dan sebagian lagi tidak. Pandangan ini didukung oleh mereka yang beraliran humanis yang cenderung menempatkan gagasan More dalam pemahaman humanisme yang lebih luas. Mereka melihat bahwa utopia merupakan sebuah perjalanan menuju ke “tempat yang tidak ada.” Pandangan yang ketiga adalah sebuah pandangan yang tidak meyakinkan, yaitu utopia merupakan sebuah karangan More yang tidak pernah dimaksudkan untuk dianggap sebagai sesuatu yang serius.
Dari ketiga pandangan di atas, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa utopia dipahami sebagai sebuah pulau khayalan yang mungkin di suatu tempat di Dunia Baru di mana warganegaranya mampu membentuk sebuah sistem pemerintahan yang ideal.

IV. Riwayat Hidup Thomas More

Thomas More adalah seorang humanis yang dilahirkan pada tanggal 7 Februari 1478.7 More mengawali pendidikannya di St. Anthony’s School salah satu sekolah terkenal di London. Sebagai seorang pemuda yang tumbuh dan berkembang menuju kedewasaan, Thomas More diutus untuk mengabdi sebagai pesuruh di istana Lambeth di rumah keluarga Uskup Agung Canterbury, yaitu John Morton. Pada tahun 1942, More mengikuti pendidikan di Universitas Oxford selama dua tahun. Setelah itu, More dipanggil oleh ayahnya untuk belajar hukum di New Inn dan Lincoln’s Inn di London.8
Selama empat tahun More tinggal di London Charterhouse tempat tinggal para biarawan Chartusian. Selama berada di sana, More menjalani kehidupan sebagaimana layaknya seorang biarawan, dan bahkan dikatakan bahwa More pernah tertarik dengan gaya hidup religius seperti itu. Namun, di pada akhirnya dia menikah dengan Jane Colt pada tahun 1505. Tetapi, pengalaman hidup religius yang dialami oleh More selama tinggal di Charterhouse mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membentuk spiritulitas kehidupan Thomas More, terutama dalam bidang ketaatan, ortodoksi religius, dan kehidupan keimanan.
Pada tahun 1054 sebelum menikah dengan Jane Colt, Thomas More dipilih menjadi salah satu anggota Parlemen. Dikatakan bahwa Thomas More mengawali karirnya sebagai seorang humanis dengan menerjemahkan puisi, dan beberapa karya kalsik, seperti tulisan tentang kehidupan Pico della Mirandola salah satu tokoh utama dalam renaisans Italia. Dia juga menulis tentang History of King Richard III dan sekaligus membaca karya-karya klasik teolog Kristen, seperti Hieronimus, Ambrosius, dan Agustinus tentang City of God. Bahkan karya Agustinus ini membentuk pola pemikiran Thomas More dalam menulis karyanya yang termasyhur, yaitu Utopia. Kemudian, pada tahun 1511, More menikah lagi dengan Lady Alice Middleton, karena istrinya yang pertama Jane Colt meninggal. Selama menjalani karir sebagai seorang ahli hukum, More terlibat dalam berbagai perdebatan yang bersifat humanis, misalnya ia mengecam Martin Luther atas “indulgensi,” memproses pembatalan perkawinan Henry VIII dengan Catherine dari Aragon. Kemudian, pada tahun 15159 More dikirim ke Flanders. Dua tahun kemudian, More diangkat menjadi anggota Dewan Raja. Tahun 1523, ia menjadi Juru Bicara Majelis Umum, dan pada tahun 1525 More diangkat sebagai Kanselir Lancaster. Lalu, pada tahun 1529-1532 More menggantikan Wolsey sebagai Kanselir Inggris. Perlu diketahui bahwa selama menjadi Kanselir di Inggris, More mempunyai hubungan yang sangat baik dengan Raja Henry VIII. Namun, hubungan keduanya terpecah ketika More menolak rencana Henry VIII untuk membatalkan pernikahannya dengan Catherine dari Aragon.10 Akhirnya, Pada tahun 1534 More dipenjara karena menolak bersumpah untuk akta suksesi. Akibatnya, pada tanggal 6 Juli 1535, Thomas More menemui ajalnya dengan hukuman gantung di menara London, karena dianggap berkhianat melawan Henry VIII.11 Sebelum kematiannya, salah satu kata yang terkenal dari Thomas More adalah “The King’s good servant, but God’s first.” Pada tahun 1935, Thomas more diangkat menjadi Santo dalam Gereja Katolik oleh Paus Pius XI dan Gereja Katolik menghormati dia sebagai “pelindung para pengacara.”12


V. Sistem Pemerintahan yang Ideal

5.1. Konteks Pemerintahan Inggris

Pada abad XVI kerajaan Inggris berada di bawah kekuasaan raja Henry VIII. Pada saat Henry menjadi pemimpin tertinggi di Inggris, salah satu persoalan yang terjadi di kerajaan itu adalah munculnya “anglikanisme.” Munculnya anglikanisme di Inggris pada abad XVI tidak lepas dari kebijakan politik-keagamaan “skismastik” raja Henry VIII. Sebagai seorang raja, Henry VIII mempunyai kekuasaan yang bersifat otoritas tehadap negara yang dia pimpin sehingga pada saat itu Henry VIII memisahkan Gereja dari negara dan tentu saja dengan memisahkan Gereja dari negara, Henry VIII melepaskan diri dari Gereja Katolik Roma.
Henry VIII memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma, bukan pertama-tama disebabkan oleh karena persoalan teologis, melainkan oleh karena tindakan personal dan tindakan politik. Artinya, sebagai seorang raja, Henry VIII mempunyai ambisi yang sangat kuat untuk mewarisi tahta kerajaan Inggris kepada keturunannya. Namun, yang menjadi persoalannya adalah Henry VIII tidak mempunyai keturunan laki-laki yang dapat mewarisi tahta kerajaan. Oleh karena itu, Henry VIII berusaha untuk mencari jalan keluar bagaimana supaya dia memperoleh keturunan yang dapat meneruskan tahta kerajaan Inggris yang dia pimpin. Salah satu cara yang dia pilih adalah Henry VIII berusaha untuk membatakan pernikahannya dengan Catherine Aragon karena Catherine ini tidak memberi keturunan laki-laki kepada raja. Selain itu, Henry VIII bermaksud untuk menikah dengan Anne Boleyn yang lebih muda dari Catherine. Namun, apa yang direncanakan oleh Henry VIII sebagai seorang raja menimbulkan perosalan baru khususnya di dalam Gereja. Artinya, Gereja tidak menyetujui pernikahan Henry VIII dengan Anne Boleyn. Oleh karena Henry VIII tidak menghiraukan hukum Gereja, akhirnya dia diekskomunikasi dari Gereja oleh Paus Clemens VII.
Tidak lama setelah diekskomunikasi dari Gereja, Henry VIII mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala Gereja Inggris. Dia mengatakaan bahwa “berangsiapa yang tidak mengakui Henry VIII sebagai kepala Gereja nasional, maka dia akan ditindas dan dibunuh.” Dan Thomas More menjadi salah satu korban yang dihukum mati karena tidak taat pada Henry VIII berkaitan dengan pernikahan Henry VIII dengan Anne Boleyn. Jadi, dari peristiwa ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa konteks pemerintahan Inggris diwarnai oleh sebuah gejolak politik yang mengakibatkan Gereja dan negara saling bertentangan. Gereja yang terlalu dogmatis tidak menerima apa yang dilakukan oleh Henry VIII sebagai seorang raja.

5.2. Sistem Pemerintahan di Pulau Utopia

Pulau utopia merupakan sebuah pulau yang tidak hanya sekedar memiliki keindahan dalam khayalan, tetapi lebih dari itu pulau utopia mempunyai sebuah struktur sistem pemerintahan yang ideal. Bentuk pemerintahan pulau utopia merupakan federasi13 kota-kota yang memiliki otonomi untuk mengatur urusan internal mereka.14 Bentuk pemerintahan di kota utopia didasarkan pada bentuk rumah tangga, artinya ada kepala rumah tangga dan ada anggota-anggotanya.
Karena bentuk pemerintahan didasarkan pada bentuk rumah tangga, maka setiap tahun kelompok yang terdiri dari tiga puluh keluarga memilih seorang pembesar (magistrate) atau seorang pemimpin yang disebut sebagai phylarch.15 Untuk setiap sepuluh pemimpin kepala suku atau klan, akan membentuk satu kelompok dan dari kelompok itu mereka memilih satu orang dari antara mereka sebagai perwakilan. Orang yang dipilih ini disebut sebagai tranibor.16 Para tranibor yang terpilih dapat mengadakan pertemuan untuk memilih seorang hakim atau gubernur dari empat orang yang dicalonkan oleh masing-masing kota.
Dalam pemerintahan utopia, seorang gubernur yang terpilih akan menjabat sebagai gubernur seumur hidup. Namun, apabila seorang gubenur yang berkuasa di pulau utopia melakukan tindakan yang bersifat anarkis terhadap warganegaranya, maka gubernur tersebut akan diganti dan dipilih gubernur yang lain.
Dalam sistem pemerintahan di kota utopia, para tranibor mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam mengkonsultasikan berbagai persoalan negara kepada gubernur. Setiap hari, para tranibor bersama dengan dua orang pemimpin yang mereka ajak ke dalam sebuah senat berkonsultasi dengan gubernur untuk mencari solusi yang baik dan efektif bagaimana menyelesaikan sebuah persoalan dalam sebuah negara. Namun, semua persoalan yang disampaikan akan dibicarakan dalam sebuah dewan umum yang terdiri dari para pejabat yang dipilih. Para pejabat yang terpilih akan melibatkan seluruh warganegara dalam mengambil sebuah kebijakan atau keputusan secara demokratis. Dengan kata lain, pejabat yang berkuasa tidak sewenang-wenang dalam mengambil sebuah keputusan. Sebaliknya, mereka menghargai dan melibatkan seluruh rakyat untuk mengambil keputusan secara bersama-sama. Dengan demikian, pemerintah di kota utopia berusaha untuk menghindari sistem pemerintahan yang bersifat “aristokrasi” di mana sebuah negara dipimpin oleh seorang bangsawan yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat.
Keterangan di atas memberikan gambaran kepada kita bagaimana sistem pemerintahan di kota utopia. Kita melihat bahwa salah satu kekhasan dari sistem pemerintahan utopia adalah adanya kerjasama yang baik di antara sesama warga masyarakat. Dan model kerjasama yang ada dalam pemerintahan kota utopia, tidak hanya diterapkan dalam sistem pemerintahan, tetapi juga di luar pemerintahan, yaitu mereka bekerjasama dalam membangun kota-kota mereka, bekerjasama dalam membangun perekonomian warganegara. Misalnya: para warga, baik laki-laki maupun perempuan dilatih untuk mempunyai suatu keahlian agar dalam memilih pekerjaan mereka benar-benar bekerja sesuai dengan keahlian mereka. Para warga juga diberi kebebasan untuk memilih jenis keahlian yang mereka inginkan sesuai dengan kemampuan mereka.
Jadi, sistem pemerintahan di kota utopia sangat berbeda dengan sistem pemerintahan di kota Inggris. Kalau di Inggris tidak ada kerjasama antara raja dengan warganegara, sebaliknya di kota utopia model kerjasama antara pemimpin dan warganegara sangat diutamakan. Dengan demikian, sistem pemerintahan yang ideal adalah sebuah sistem pemerintahan di mana kerjasama antara pemimpin dan warga negara tercipta dengan baik.

5.3. Gagasan Thomas More tentang Sistem Pemerintahan yang Ideal

Gagasan-gagasan Thomas More tentang sistem pemerintahan yang ideal diawali ketika More berada di Flanders sebagai salah satu anggota utusan diplomasi dalam kaitannya dengan perdangangan wool antara Inggris dan Flemish. Pada waktu itu, More mempunyai waktu senggang selama tiga bulan sebelum dia kembali ke London untuk memikirkan gagasan-gagasannya tentang sistem pemerintahan yang baik. Dalam menggagas sistem pemerintahan yang baik, Thomas More menghadap Peter Giles sebagai juru tulis dewan kota praja dan seorang rekan humanis Erasmus. Pertemuan mereka menjadi latar belakang yang secara aktual membentuk pemikiran fiktif dalam buku Thomas More selanjutnya. Dan dari sini pula, Thomas More menemukan cara baru dalam memasuki sebuah perdebatan dengan kaum humanis tentang apa yang membentuk pemerintahan yang baik.
Menurut Thomas More, awal dari kehancuran sebuah pemerintahan yang baik adalah “tirani.”17 Dalam memahami “tirani” sebagai awal kehancuran dari sebuah sistem pemerintahan yang ideal, Thomas More berangkat dari sebuah realitas pemerintahan yang mengalami kehancuran di bawah pemerintahan seorang pemimpin yang menerapkan konsep tirani dalam sebuah negara. More berangkat dari sistem pemerintahan Richard III sebagai seorang raja yang dikenal betindak tidak adil. Dan bahkan More menulis buku tentang The History of King Richard III (1513) sebagai sebuah studi tentang tirani. More melihat bahwa Richard III adalah seorang tiran yang merebut kekusaan dengan cara yang tidak adil. Dalam menulis The History of King Richard III, More menunjukkan bagaimana sebuah negara yang sebelumnya memiliki sistem pemerintahan yang baik di bawah kekuasaan Edward IV (1483)18 berubah menjadi sebuah pemerintahan yang korup karena ambisi dari seorang manusia yang haus akan kekuasaan.
More melihat bahwa Richard III merebut kekuasaan dari para kemenakannya dan dari para pewaris yang sah dengan melakukan berbagai tindakan yang merugikan mereka. Misalnya: mereka dianggap sebagai anak haram dan menolak hak mereka untuk memperoleh suaka atas keluarga mereka. Namun, yang menjadi persoalan adalah bagaimana seseorang bersikap ketika melihat sebuah peristiwa yang menyedihkan atas kehancuran masyarakat? More mengatakan bahwa pada umumnya manusia akan bersikap negatif karena manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Misalnya: orang miskin tidak mempunyai pengaruh untuk mengatasi sebuah kejahatan yang dilakukan oleh seorang raja sebagai penguasa. Atau orang bijaksana mengatakan bahwa lebih baik mereka bersikap rendah hati terhadap apa yang dilakukan oleh seorang raja sebagai penguasa. Di sinilah More melihat dimensi ketidakadilan yang luar biasa dalam sebuah negara di mana penguasa menerapkan cara-cara yang mengancurkan kerjasama di antara sesama manusia.
Inilah yang diterpakan pada masa pemerintahan Richard III di mana kehidupan manusia kerapkali diubah menjadi tempat penggantungan bagi para korban politik. More melihat bahwa dalam kehidupan politik ada suatu keanehan dan ketidakadilan yang tampak secara nyata dari pemerintah. Salah satunya adalah bahwa selir Edward, yakni Jane Shore dipaksa untuk menyatakan rasa penyesalannya di depan publik karena telah menyatakan diri menjadi istri raja secara terang-terangan. Tetapi, di pihak lain tindakan-tindakan Richard III yang terlalu keji, seperti pembunuhan, penolakan hak suaka dan lain sebagainya tidak dihukum secara adil. Dengan kata lain, Jane Shore dipermalukan sedangkan Richard III diagungkan. Bukankah ini sebuah bentuk ketidakadilan dari seorang penguasa?
Apa yang dikatakan oleh Thomas More berkaitan dengan cara meraih sebuah sistem pemerintahan yang ideal dalam sebuah negara tampaknya dipahami sebagai sebuah utopis belaka, hanya merupakan sesuatu yang ada dalam angan-angan semata dan tidak pernah akan bisa dicapai. Namun, sesungguhnya utopia Thomas More menunjukkan sesuatu yang nyata untuk membangun sebuah sistem pemerintahan yang baik kendatipun harapan semacam itu merupakan sesuatu yang harus diraih pada masa yang akan datang. Dan masa yang akan datang itu tidak ditentukan oleh ruang dan waktu, tetapi suatu saat sistem pemerintahan yang baik akan terwujud dengan sendirnya.
Dengan demikian, utopia Thomas More tidak bersifat khayalan belaka melainkan sebuah realitas yang membawa manusia pada realitas kesadaran. Artinya, untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang ideal dalam sebuah negara, pemerintah harus membangun sebuah kerjasama yang baik dengan warganegara seperti yang tampak dalam pemerintahan di kota utopia. Selain itu, seorang pemimpin dalam sebuah negara harus menjauhi hal-hal yang bersifat tirani, sebab “tirani” merupakan awal kehancuran dan sekaligus kematian sebuah bentuk pemerintahan yang ideal. Dalam sistem pemerintahan yang bersifat “tirani,” segala nilai kebersaman, kerjasama, dan lain sebagainya tidak pernah akan tercapai tanpa adanya kesadaran dari seorang pemimpin.
Inilah yang menjadi kritik Thomas More dalam sistem pemerintahan zaman sekarang, bahwa sistem pemerintahan kita kerapkali berada dalam sebuah tataran ketidakadilan. Artinya, pemerintah seringkali menerapkan prinsip-prinisip yang bersifat anarkis dan tirani terhadap warganegara. Akibatnya, untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang ideal tidak pernah tercapai karena tindakan pemerintah itu sendiri yang terlalu mementingkan diri sendiri dan tidak mau bekerjasama dengan warganegara. Bahkan, lebih tragisnya lagi para pejabat pemerintah menghancurkan sistem pemerintahan yang baik lewat korupsi yang mereka lakukan.

VI. Refleksi Teologis

Sikap “tirani” Richard III sebagaimana dirilis oleh Thomas More dalam The History of King Richard III mengundang Thomas More untuk melihat realitas pemerintahan dalam sebuah negara yang kemudian dia tuangkan dalam karya terkenalnya yaitu “Utopia.” Thomas More terpanggil untuk menggambarkan bagaimana sistem pemerintahan yang ideal dalam sebuah negara. More melihat bahwa sistem pemerintahan yang ideal dalam sebuah negara harus disertai dengan sebuah kerja sama antara pemimpin dan warganegara. Seperti di kota utopia, antara pemerintah dan warganegara terjalin suatu relasi kerja sama yang baik yang tidak hanya diterpakan dalam sistem pemerintahan, tetapi juga kerja sama dalam membangun perekonomian masyarakat19 di mana di kota utopia tidak ada warganegara yang menganggur. Mereka semua bekerja selama 6 jam sehari, sedangkan sisa waktu yang ada mereka gunakan untuk melatih diri mereka dalam sebuah bidang keahlian. Dengan demikian, para warga diberi kebebasan untuk mempunyai keahlian sesuai dengan minat dan kemampuan mereka. Selain itu, kerja sama juga diterapkan dalam bidang pertanian20 di mana dalam sebuah kota dilengkapi berbagai alat pertanian agar warga dapat bekerja dengan baik. Juga kerja sama dalam mengambil sebuah keputusan, para warga dilibatkan untuk bersama-sama mengambil sebuah keputusan.
Terlepas dari sistem pemerintahan yang ideal dalam sebuah negara sebagaimana dilukiskan oleh Thomas More, salah satu persoalan penting yang sangat bergejolak di Inggris adalah persoalan politik. Gejolak politik ini terjadi pada jaman pemerintahan Henry VIII (1491-1557). Pada saat itu, Gereja berhadapan dengan sistem pemerintahan Henry VIII yang memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma karena Gereja Katolik tidak menyetujui pernikahan Henry VIII dengan Anne Boleyn. Namun, yang menjadi persoalannya adalah bahwa pernikahan Henry VIII dengan Anne Boleyn ada yang mendukung dan ada yang tidak. Bahkan beberapa dari kalangan Gereja ikut menyetujui pernikahan Henry VIII dengan Anne Boleyn.
Tetapi, Thomas More sebagai seorang ahli hukum melihat bahwa pernikahan Henry VIII dengan Anne Boleyn tidak sah. More sangat berpegang pada ortodoksi iman kristen, bahwa masalah perkawinan berada dalam wewenang Gereja dan bukan dalam wewenang negara. More sangat bertekun dalam mempertahankan pengajaran kristen, bahkan dia merelakan nyawanya demi iman kristen.
Setelah melihat bagaimana perjuangan Thomas More, baik dalam menggagas sistem pemerintahan yang ideal dalam sebuah negara maupun dalam mempertahankan ortodoksi iman kekristenan, penulis melihat bahwa Allah sungguh-sungguh bekerja dalam diri Thomas More untuk tetap setia dalam mempertahankan ajaran iman. Penulis melihat bahwa masing-masing dari kita dipakai oleh Allah untuk berbagai hal tertentu. Demikianlah Thomas More dipanggil oleh Allah dan dijadikan sebagai alat-Nya untuk tetap mempertahankan ajaran iman kristiani bahwa pernikahan berada dalam wewenang Gereja. Selain itu, penulis yakin bahwa Thomas More juga dipanggil oleh Allah untuk menunjukkan dedikasi dan perhatiannya dalam melihat bagaimana sesunggunya pemerintahan yang ideal dalam sebuah negara. Allah sungguh-sungguh berbicara dalam diri More untuk menanggapi situasi zamannya yang sarat dengan persoalan kehidupan, baik dari segi iman, kepemimpinan, keadilan, kesederhanaan dalam hidup, dan lain sebagainya.

VII. Relevansi

Setelah mendalami gagasan Thomas More tentang sistem pemerintahan yang ideal, kini penulis menyimpulkan bahwa apa yang digagas oleh More dalam utopianya sangat relevan dalam situasi pemerintahan kita khususnya di Indonesia pada zaman sekarang. Relevansi sistem pemerintahan yang ideal penulis uraikan dalam beberapa dalam beberapa poin berikut.

1. Bagi para Pemimpin Negara

Jika kita melihat situasi yang terjadi di negara kita, maka kita dapat berkesimpulan bahwa pada jaman sekarang sistem pemerintahan tidak lagi memperlihatkan sebuah sistem pemerintahan yang ideal. Para pemimpin negara kita lewat kekuasaannya lebih menekankan kehendak pribadi dari pada kehendak bersama. Akibatnya, dalam mengambil suatu keputusan, para pemimpin di negara kita lebih mengutamakan nurani mereka, kata hati mereka, suara hati mereka dari pada mendengarkan suara rakyat. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai persoalan yang terjadi di negara kita akibat keputusan yang diambil secara sewenang-wenang oleh para pemimpin di negara kita. Salah satu contoh dari sekian banyak keputusan yang dilakuakan oleh pemerintah kita adalah, misalnya: pemerintahan menaikkan harga-harga bahan sembako tanpa mempertimbangkan bagaimana nasib rakyat, pemerintah menaikkan tarif listrik, dikeluarkannya PP No 2/2008 tentang pemanfaatan hutan lindung dan lain sebagainya. Dengan demikian, dapat kita kataka katakan bahwa sistem pemerintahan kita belum memperlihatkan sistem pemerintahan yang ideal. Padahal sistem pemerintahan yang ideal dalam gagasan Thomas More diartikan sebagai sebuah sistem pemerintahan di mana para pemimpin, baik di tingkat pusat maupun daerah-daerah memperlihatkan kerja sama bersama dengan rakyat dalam mengambil suatu keputusan. Sistem seperti inilah yang terjadi dalam pemerintahan di pulau utopia di mana para pemimpinnya tidak sewenang-wenang dalam mengambil sebuah keputusan. Sebaliknya, mereka bekerjasama dengan rakyat, mendengarkan aspirasi rakyat, mempertimbangkan nasib rakyat untuk kemudian mengambil suatu keputusan secara bersama-sama.
Bertolak dari kenyataan bahwa sistem pemerintahan kita belum memperlihatkan sebuah sistem pemerintahan yang ideal sebagaimana diharapkan oleh rakyat, maka penulis berpendapat bahwa utopia Thomas More dalam menggagas sistem pemerintahan yang ideal menjadi sangat nyata relevansinya jika apa yang digagas oleh More berkaitan dengan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat sungguh dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan gagasan More pada realitas pemerintahan kita, maka penulis yakin dan percaya bahwa suatu saat akan terwujud sebuah sistem pemerintahan yang baik dalam sebuah negara, khususnya di negara Indonesia kendati pun cita-cita ini bukan suatu hal yang mudah untuk mewujudkannya. Sebab, selain ada kerja sama antara pemerintah dan rakyat dalam membangun sistem pemerintahan yang ideal, perlu juga disadari bahwa apa yang dikatakan sebagai “kerja sama” mempunyai nilai. Dan itulah yang harus kita kejar, yang harus kita bangun, yang harus kita pertahankan. Tetapi perlu diingat bahwa kerja sama yang penulis maksudkan di sini adalah bukan kerja sama dalam melakukan tindakan kejahatan, seperti korupsi, suap menyuap antarmanusia, dan lain sebagainya. Kerja sama yang penulis maksudkan adalah kerja sama dalam membangun apa yang dianggap bernilai baik, benar dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Dengan demikian, kita sampai kepada apa yang kita sebut sebagai bonum commune yaitu kebaikan bersama, kesejahteraan bersama.
Tanpa adanya kerja sama dan kesadaran bahwa kerja sama itu bernilai, bermakna dalam kehidupan manusia, maka kita tidak pernah sampai kepada bentuk atau sistem pemerintahan yang ideal di negara kita ini. Akibatnya, korupsi, suap menyuap antarpejabat merajalela di mana-mana. Para pemimpin tidak lagi memperhitungkan nilai-nilai kerja sama yang baik dengan masyarakat, karena mereka hanya menguntungkan diri sendiri.

2. Dalam Kehidupan Iman

Apa yang diperjuangkan oleh Thomas More berkaitan dengan kesetiaannya dalam mempertahankan iman kristiani, mengajak kita untuk belajar dari More bagaimana kita sebagai orang kristiani mempertahankan iman kita terhadap berbagai situasi yang kadang mengguncang iman kita. Pada jaman sekarang, ada begitu banyak tawaran yang menggugah hati kita untuk berpaling dari iman kita. Namun, bila kita bertahan di tengah badai guncangan itu layaknya Thomas More yang mempertahankan ortodoksi iman kristiani, maka penulis yakin bahwa kita tidak akan pernah berubah, berpaling dari penghayatan iman kekristenan kita. Pada tataran in, More memberikan suatu pelajaran yang sangat berharga bagi kita untuk tetap setia pada iman kita.

Blasius Baene adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang


DAFTAR PUSTAKA

Kristiyanto, Eddy, Reformasi dari Dalam: Sejarah Gereja jaman Modern, Yogyakarta:
-------Kanisius, 2004.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Murphy, Anne, Thomas More Tokoh Seri Pemikir Kristen, (terj), P. Hardono Hadi,
-------Yogyakarta: Kanisius, 2001.
Ogden, H.V.S. (ed), Principal Dates in More’s Life dalam Utopia by Thomas More, New
-------York: Appleton-Century-Crofits, Inc.
The New Book of Knowledge, Vol. 12, USA: by Grolier Incorporated, 1981.
The Encyclopedia Americana Internation, Vol. 19, USA: Grolier Incorporated, 1981.
The Encyclopedia of Philosophy, Vol. 5, New York: Collier Macmillan Publishers, 1967.

1 Anne Murphy, Thomas More Tokoh Seri Pemikir Kristen, (terj), P. Hardono Hadi, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hal. 40.
2 Anne Murphy, hal. 41. Bdk. Utopia, hal. 1.
3 Anne Murphy, hal. 46.
4 Utopia, hal. 28.
5 KBBI, edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, hal. 1257.
6 Anne Murphy, hal. 36.
7 Mengenai tanggal kelahiran Thomas More ada perbedaan. Misalnya: Principal Dates in More’s Life dalam H.V.S. Ogden, (ed), Utopia by Thomas More, New York: Appleton-Century-Crofits, Inc, hal. xii, ditulis bahwa Thomas More dilahirkan pada tanggal 6 Februari 1478. Tetapi, beberapa sumber lain mengatakan bahwa More dilahirkan pada tanggal 7 Februari 1478. Sumber-sumber tersebut, misalnya: The New Book of Knowledge, Vol. 12, USA: by Grolier Incorporated, 1981, hal. 456. Juga dalam The Encyclopedia Americana Internation, Vol. 19, USA: Grolier Incorporated, 1981, hal. 448.
8 The Encyclopedia of Philosophy, Vol. 5, New York: Collier Macmillan Publishers, 1967, hal. 390.
9 Anne Murphy, Op. Cit. hal. 39. Thomas More dikirim ke Flanders sebagai salah satu anggota utusan diplomasi dalam hubungannya dengan perdagangan wool antara Inggris dan Flemish.
10 The New Book of Knowledge, Vol. 12, USA: by Grolier Incorporated, 1981, hal. 456.
11 The Encyclopedia Americana Internation, Vol. 19, USA: Grolier Incorporated, 1981, hal. 449.
12 The New Book of Knowledge, Vol. 12, USA: by Grolier Incorporated, 1981, hal. 456.
13 Federasi merupakan gabungan beberapa negara bagian yang dikoordinasi oleh pemerintahan pusat yang mengurus hak-hal mengenai kepentingan nasional seluruhnya.
14 Anne Murphy, Op. Cit. hal. 47.
15 Utopia, hal. 32. Phylacrh adalah berasal dari kata Yunani yang berarti kepala suku atau klan.
16 Utopia, hal. 32.
17 KBBI, edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, hal. 1199. Tirani adalah negara yang diperintah oleh seorang raja atau penguasa yang bertindak sekehendak hatinya.
18 Anne Murphy, hal. 35.
19 Utopia, hal. 33.
20 Utopia, hal. 28.

Tidak ada komentar: