Sabtu, 02 Agustus 2008

UPACARA PENGIKRARAN KAUL RELIGIUS MENURUT SACROSANCTUM CONCILIUM 80

Paper ini merupakan hasil seminar Mata Kuliah Praktis Historis Penunjang yang disusun oleh Blasius Baene dan Sr. Menry Pintubatu, H. Carm. Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada Rm. Bosco da Cunha, O. Carm yang telah setia membimbing kami dalam menyusun seminar ini.

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Pemilihan Tema

Upacara pengikraran kaul-kaul merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan kaum religius. Dikatakan penting karena melalui kaul-kaul yang diikrarkan, setiap kaum religius mengikat diri dalam persatuan dengan Allah sendiri Sang mempelai mereka. Sebagai mempelai Kristus, kaum religius harus menyerahkan diri secara total kepada Allah dan berbakti kepada sesama sesuai dengan cita-cita dan semangat lembaga yang diikutinya. Penyerahan diri secara total keapada Allah semakin tampak kepada kita melalui upacara pengikraran kaul-kaul yang dilaksanakan dalam perayaan ekarsiti, di mana dalam perayaan ekaristi kaum religius disucikan dan dipersatukan dengan Allah yang hadir dalam rupa roti dan anggur.

Namun, harus disadari bahwa dalam kenyataannya, ada begitu banyak lembaga religius yang memiliki cara hidup masing-masing sesuai dengan semangat dan cita-cita dari pendiri setiap tarekat itu sendiri. Kanekaragaman cara hidup kaum religius ini menimbulkan pula banyak perbedaan dalam upacara pengikraran kaul-kaul religius, karena masing-masing tarekat atau kongregasi memiliki ciri khas yang tidak sama dengan kongregasi atau tarekat lainnya. Oleh karena itu, muncul berbagai variasi terutama dalam upacara pengikraran kaul-kaul religius itu sendiri. Keanekaragaman yang ada dalam upacara pengikraran kaul-kaul religius ini seringkali menghilangkan makna awal dari apa yang telah ditetapkan oleh Konsili. Padahal, Konsili Vatikan II melalui Konstitusi Liturgi artikel 80 menganjurkan agar upacara pengikraran kaul-kaul kaum religius hendaknya ditinjau kembali, untuk meningkakan keluhuran, kesederhanaan, dan keutuhan upacara sekaligus bahwa upacara itu hendaknya dilaskanakan dalam perayaan ekaristi. Dengan kata lain, Konsili Vatikan II menganjurkan agar upacara pengikraran kaul-kaul yang tidak sesuai dengan maksud Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Liturgi Artikel 80 ditinjau kembali.

Atas dasar pernyataan Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Liturgi artikel 80, kami menyadari betapa pentingnya upacara pengikraran kaul-kaul dalam kehidupan kaum religius. Maka, melalui karya tulis ini, kami mencoba mengembangkan beberapa pokok pemikiran yang kami anggap beguna bagi kehidupan kaum religius. Disertai dengan ketertarikan terhadap upacara pengikraran kaul-kaul religius tersebut, maka karya tulis ini kami beri judul “Upacara Pengikraran Kaul Religius Menurut Sacrosanctum Concilium 80.”

II. Isi Pokok Pembahasan Tema

Salah satu isi pokok pembahasan yang kami lakukan dalam karya tulis ini adalah melihat bagaimana pelaksanaan upacara pengikraran kaul-kaul religius sebagaimana ditekankan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80, bahwa upacara pengikraran kaul-kaul religius hendaknya ditinjau kembali. Secara khusus dalam pembahasan kami, kami akan melihat bagaimana pelakasanaan upacara pengikraran kaul-kaul dalam Serikat Sabda Allah, Kongregasi Hermanas Carmelitas dan Kongergasi Passionis. Di samping itu juga, kami akan mengemukakan usaha-usaha pastoral apa yang dapat dilakukan untuk menyelaraskan perbedaan upacara pengikraran kaul-kaul religius dalam setiap tarekat maupun kongregasi.

III. Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan pembahasan kami dalam karya tulis ini adalah pertama-tama untuk mengerti secara mendalam apa makna dan tujuan pengikraran kaul-kaul religius. Kami berharap bahwa dengan memahami makna dan tujuan pengikraran kaul-kaul religius, kami semakin mengerti apa arti penyerahan diri secara total kepada Allah, dalam kaitannya dengan perayaan ekaristi, menurut ciri khas masing-masing tarekat religius. Kedua: kami berharap agar kaum religius dapat memahami dan mengerti betapa pentingnya gagasan-gagasan yang disampaikan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80 untuk diterapkan dalam pengikraran kaul-kaul religius, sehingga dengan demikian setiap religius sungguh-sungguh mengerti dan memahami upacara pengikraran kaul religius. Ketiga: kami melihat sejauh mana teks Konstitusi Liturgi artikel 80 ini telah dilaksanakan dalam praktek liturgi kaul-kaul religius, secara khusus dalam ketiga kongregasi yang kami bahas dalam karya tulis ini, yaitu Serikat Sabda Allah, kongregasi Hermanas Carmelitas dan kongregasi Passionis. Akhirnya, kami berharap agar lembaga religius menyadari apa yang harus dipertahankan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80, seperti kekhasan dari masing-masing kongregasi atau tarekat.

IV. Metode dan Langkah-langkah Pembahasan
4.1. Metode Pembahasan

Metode pembahasan yang kami gunakan untuk mendalami teks Konstitusi Liturgi artikel 80 ini adalah metode penelitian kepustakaan. Dalam pembahasan kami, kami hanya dapat melakukan metode penelitian secara pustaka, mengingat bahwa kami tidak dapat melakukan penelitian lapangan karena keterbatasan waktu dan juga pada bulan-bulan ini (April-Mei) dalam bulan ini, tidak ada Kongregasi atau tarekat yang mengadakan upacara pengikraran kaul-kaul maupun upacara pembaharuan kaul-kaul.
Oleh karena itu, metode kepustakaan yang kami lakukan dalam pembahasan teks Konstitusi Liturgi artikel 80 bersifat deskriptif dengan tujuan untuk memperdalam gagasan-gagasan pokok dari Konstitusi Liturgi artikel 80. Dalam pembahasan kami, kami mendasarkan diri pada buku-buku, baik dalam bentuk bahasa asing maupun bahasa Indonesia.

4.2. Langkah Pembahasan

Pembahasan tema yang kami lakukan atas teks Konstitusi Liturgi artikel 80 memiliki beberapa kriteria. Beberap kriteria yang kami maksudkan di sini adalah misalnya: sebelum bab I, pembahasan kami awali dengan bagian pendahuluan yang meliputi: latar belakang pemilihan tema, isi pokok pembahasan tema, tujuan pembahasan, dan metode dan langkah-langkah pembahasan.

Bab I. Pada bab ini, kami menyajikan teks Konstitusi Liturgi artikel 80, kemudian kata-kata kunci dan gagasan-gagasan pokok serta beberapa dokumen-dokumen Konsili yang mendukung gagasan-gagasan pokok teks Konstitusi Liturgi artikel 80.

Bab II. Pada bab ini, kami melakukan kajian pembahasan gagasan-gagasan pokok teks Konstitusi Liturgi artikel 80 berdasarkan sumber-sumber kepustakaan sekaligus disertai dengan komentar-komentar para ahli yang mencoba melakukan pembaharuan dalam upacara pengikraran kaul-kaul religius sebagaimana ditekankan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80.

Bab III. Pada bab ini, kami akan membahas bagaimana struktur upacara pengikraran kaul-kaul dalam Serikat Sabda Allah, Kongregasi Hermanas Carmelitas dan Kongregasi Passionis. Setelah menguraikan struktur upacara pengikraran kaul-kaul dari ketiga kongregasi yang telah kami bahas, kami akan membandingkan struktur upacara pengikraran kaul-kaul ketiga kongregasi tersebut dengan apa yang dikatakan dalam Ordo Professionis Religiosae sebagaimana ditekankan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80, bahwa hendaknya upacara pengikraran kaul-kaul religius ditinjau kembali.

Akhirnya pembahasan karya tulis ini kami tutup dengan kesimpulan yang berisikan tentang ringkasan keseluruhan pembahasan kami. Kesimpulan kami uraikan dalam bentuk: hubungan antarbab, hubungan-hubungan obyektif berbagai unsur, kemungkinan penelitian lebih lanjut, berbagai konsekuensi praktis dan usul dan saran.



BAB I
ANALISIS TEKS KONSTITUSI LITURGI ARTIKEL 80
1.1. Penyajian Teks Konstitusi Liturgi Artikel 80

Upacara Prasetya para Perawan, yang terdapat dalam Pontifikale Romawi, hendaknya ditinjau kembali. Selain itu hendaknya disusun upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul, untuk meningkatkan keutuhan, kesederhanaan dan keluhuran upacara. Upacara itu hendaknya dilaksanakan oleh mereka, yang mengikrarkan atau membaharui kaul-kaul dalam misa. Hukum khas tetap dipertahankan. Sangat dianjurkan supaya pengikraran kaul religius dilaksanakan dalam misa.

1.2. Kata-kata Kunci
1.2.1. ….yang …. Hendaknya….
1.2.2. ….hendaknya….dan…., untuk….kesederhanaan dan keluhuran upacara
1.2.3. ….hendaknya….oleh…., yang….atau….dalam….
1.2.4. Hukum khas tetap dipertahankan
1.2.5. Sangat….supaya….dalam….

1.3. Gagasan-gagasan Pokok

1.3.1. Upacara Prasetya para Perawan, yang terdapat dalam Pontifikale Romawi,
hendaknya ditinjau kembali.
1.3.2. Selain itu hendaknya disusun upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul- kaul, untuk meningkatkan keutuhan, kesederhanaan dan keluhuran upacara.
1.3.3. Upacara itu hendaknya dilaksanakan oleh mereka, yang mengikrarkan atau membaharui kaul-kaul dalam misa.
1.3.4. Hukum khas tetap dipertahankan
1.3.5. Sangat dianjurkan supaya pengikraran kaul religius dilaksanakan dalam misa.

1.4. Dokumen-dokumen Gereja Setelah Konstitusi Liturgi Artikel 80

Dokumen Sacrosanctum Concilium 80 (SC 80) merupakan salah satu dokumen yang secara khusus membahas tema tentang pengikraran kaul-kaul para religius. Dokumen ini mencoba melihat kembali bagaimana kaul-kaul yang telah diikrarkan oleh mereka yang terpanggil secara khusus untuk membaktikan diri dalam persatuan dengan Allah. Beberapa poin penting yang disampaikan dalam dokumen ini antara lain: berkaitan dengan ajakan untuk meninjau kembali upacara prasetya para Perawan. Selain itu, dokumen ini juga menekankan pentingnya penyusunan upacara terhadap pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul yang hendaknya dilaksanakan dalam misa. Bahkan dokumen ini menekankan bahwa “sangat dianjurkan supaya pengikraran kaul religius dilaksanakan dalam misa”.

Pembahasan untuk meninjau kembali upacara prasetya para Perawan yang hendaknya dilaksanakan dalam misa, tidak terbatas pada Sacrosanctum Concilium. Sebaliknya pembahasan upacara prasetya para Perawan ini mengalami perkembangan yang terus menerus. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa dokumen berikut yang kami angkat dalam paper ini.

1.4.1.Upacara Prasetya para Perawan, Yang Terdapat Dalam Pontifikale Romawi, Hendaknya Ditinjau kembali.

1. Sacrosanctum Concilium[1]
Ø Artikel 25
Hendaknya buku-buku liturgi selekas mungkin ditinjau kembali, dengan meminta bantuan para ahli dan berkonsultasi dengan para uskup dari pelbagai kawasan dunia“. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa buku-buku liturgi yang di dalamnya termuat berbagai tata upacara perayaan termasuk tata upacara prasetya para Perawan perlu ditinjau dan dibaharui secara terus menerus untuk menemukan makna liturgis yang lebih mendalam dan mengagungkan.

Ø Artikel 62
Akan tetapi dalam perjalanan sejarah, ada beberapa hal yang menyusupi upacara Sakramen-sakramen dan sakramentali, sehingga hakekat serta tujuannya menjadi kurang jelas bagi kita sekarang. Oleh karena itu perlulah beberapa hal dalam uapcara itu disesuaikan dengan kebutuhan jaman kita”. Mengingat bahwa ada beberapa hal yang menyusupi upacara sakramen-sakramen dan sakramentali, maka Sacrosanctum menghimbau untuk menyesuaikan tata upacara pengikraran kaul-kaul sesuai dengan situasi jaman yang dihadapi.

1.4.2. Selain itu, hendaknya disusun upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul, untuk meningkatkan keutuhan, kesederhanaan dan keluhuran upacara.

1. Lumen Gentium[2]
Hirarki juga harus secara bijaksana mengatur dengan undang-undangnya pelaksanaan nasehat-nasehat Injil, yang secara istimewa mendukung penyempurnaan cinta kasih akan Allah dan terhadap sesama (LG 45). Disamping itu, dengan penuh perhatian mengikuti dorongan Roh Kudus, Hirarki menerima pedoman-pedoman hidup yang diajukan oleh tokoh-tokoh religius pria maupun wanita dan setelah dibubuhi ketentuan-ketentuan lebih rinci, mengesahkannya dengan resmi.

Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa untuk menyusun suatu tata upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul, tidak lepas dari penilaian Hirarki. Artinya, bahwa setiap tata upacara terutama upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul harus diatur oleh Hirarki itu sendiri bagaimana kaum religius yang mengikrarkan kaul-kaulnya dapat menghayati dan melaksanakan nasehat-nasehat Injil untuk sampai kepada kesempurnaan cinta kasih akan Allah dan sesama.

Hirarki juga tidak menutup mata terhadap pedoman-pedoman hidup yang diajukan oleh tokoh-tokoh religius pria maupun wanita. Sebaliknya, Hirarki menerimanya dan mengesahkannya sejauh pedoman-pedoman itu dapat mengarahkan kaum religius untuk menghayati kaul-kaulnya.

2. Perfectae Caritatis[3]
Setiap orang yang mengikrarkan nasehat-nasehat Injil, hendaknya di atas segala sesuatu mencari dan mencintai Allah yang pertama-tama telah mencintai kita (1 Yoh 4.10)[4]. Hendaknya para religius tetap setia pada kaul-kaul yang mereka ikrarkan, mengikhlaskan sesuatu demi Kristus (Mrk 10,28), dan mengikutiNya sebagai satu-satunya yang perlu (Luk 10,42; Mat 19,21), seraya mendengarkan sabdaNya (Luk 10,39), dan memusatkan perhatiannya pada Tuhan (1 Kor 7,32)[5].

Dokumen ini bermaksud untuk mengajak kaum religius yang mengikrarkan kaul-kaul mereka agar tetap setia dalam penghayatan kaul-kaul mereka. Tinjauan atas tata upacara terhadap pengikraran kaul-kaul dan pembaharuan kaul, dimaksudkan agar melalui perayaan itu kaum religius dapat menghayati kaul-kaulnya secara lebih mendalam.

3. Kitab Hukum Kanonik[6]
Ø KHK 576
Menjadi tugas otoritas Gereja yang berwenang untuk menafsirkan nasehat-nasehat Injili, mengatur pelaksanaannya dengan perundang-undangan serta menetapkan bentuk-bentuk hidupnya yang tetap dengan pengesahan kanonik, demikian pula dari pihaknya mengusahakan agar tarekat-tarekat itu berkembang dan menjadi subur sesuai dengan semangat pendiri-pendiri mereka menurut tradisi yang sehat.

1.4.3. Upacara itu Hendaknya Dilaksanakan Oleh Mereka Yang Mengikrarkan atau Membaharui Kaul-kaul Dalam Misa.

1. Lumen Gentium
Ø Artikel 45
Dengan penuh perhatian mengikuti dororngan Roh Kudus, Hirarki menerima pedoman-pedoman hidup, yang diajarkan oleh tokoh-tokoh religius pria maupun wanita, dan setelah dibubuhi ketentuan-ketentuan lebih rinci, mengesahkannya dengan resmi. Tarekat-tarekat yang telah didirikan di mana-mana untuk membangun Tubuh Kristus, didampingi dengna pengawasan dan perlindugan kewibawaannya, supaya berkembang dan subur berbuah menurut semangat para pendiri. Sebab dengan kewibawaan yang oleh Allah diserahkan kepadanya, Gereja menerima kaul-kaul yang diikrarkan, dengan doanya yang resmi memohonkan bantuan dan rahmat Allah bagi mereka yang mengikarkannya, mempercayakan mereka kepada Allah dan member mereka berkat rohani sambil menyatukan persembahan diri mereka dengan kurban Ekaristi.

2. Vita Consecrata[7]
Ø Artikel 30
Oleh karena itu, menurut kesaksian liturgi-liturgi Timur dan Barat dalam upacara pengikraran kaul monastik atau religius dan dalam pentakdisan para Perawan, Gereja memohon kurnia Roh Kudus atas mereka yang telah dipilih dan menggabungkan persembahan mereka dengan kurban Kristus.

3. Pedoman-pedoman Pembinaan Dalam Lembaga-Lembaga Hidup Religius
Ø Artikel 54
Dalam perayaan liturgi, Gereja melalui pemimpin yang berwewenang, menerima kaul mereka yang mengucapkan profesinya dan mempersatukan persembahan mereka dengan kurban Ekaristi. Dokumen ini bermaksud untuk memperlihatkan sebuah makna perayaan Ekaristi sebagai puncak perayaan iman. Dikatakan sebagai puncak perayaan iman, karena di dalam Ekaristi Kristus menyatakan diri-Nya dalam rupa roti dan anggur.

1.4.4. Hukum Khas Tetap Dipertahankan

1. Pedoman-Pedoman Pembinaan Dalam Lembaga-Lembaga Hidup Religius
Ø Artikel 54
Dokumen ini menjelaskan bahwa Gereja membentuk suatu badan yang menyusun tata perayaan pengikraran kaul-kaul religius, yaitu Ordo Professionis. Tetapi, disamping itu juga diberikan ruang gerak bagi tradisi-tradisi yang sah atau lembaga-lembaga yang bersangkutan sehingga apa yang menjadi kekhasan dari tarekat tersebut tetap tercantum di dalamnya.

2. Kitab Hukum Kanonik
Ø KHK 598. 1
Masing-masing tarekat, dengan memperhatikan ciri serta tujuan masing-masing, hendaknya merumuskan dalam konstitusinya cara bagaimana nasihat-nasihat injili kemurnian, kemiskina dan ketaatan harus dipelihara, sebagai cara hidup mereka.

Ø KHK 578
Maksud serta cita-cita para pendiri yang disahkan oleh otoritas Gerejawi yang berwenag mengenai hakekat, tujuan, semangat serta sifat tarekat, serta pula tradisi-tradisi mereka yang sehat, yang kesemuanya merupakan khazanah warisan tarekat itu, hendaknya dipelihara oleh semua orang dengan setia.

1.4.5. Sangat dianjurkan supaya pengikraran kaul religius dilaksanakan dalam misa.

1. Vita Consecrata
Ø Artikel 30
Pada saat pengikraran kaul monastik atau religius dalam pentahdisan para Perawan, Gereja memohonkan kurnia Roh Kudus atas mereka yang telah dipilih dan menggabungkan persembahan mereka dengan kurban Kristus”. Dokumen ini mau menjelaskan hubungan antara partisipasi Gereja dengan persembahan diri. Maka, persembahan diri kaum religius hendaknya dilaksanakan dalam misa sehingga seluruh Gereja dapat mendoakannya dan bersama-sama menyatukan mereka dengan persembahan Kristus dalam Ekaristi.

2. Kitab Hukum Kanonik 575
Ø KHK 575
Nasihat-nasihat injili yang didasarkan pada ajaran serta teladan Sang Guru merupakan anugerah ilahi, yang diterima Gereja dari Tuhan dan yang selalu dipelihara oleh Gereja dengan rahmatNya.

Ø KHK 607
Hendaknya biarawan menyempurnakan penyerahan dirinya yang tuntas bagaikan kurban yang dipersembahkan kepada Allah; dengan itu seluruh eksistensi dirinya menjadi ibadat yang terus menerus kepada Allah dalam cintakasih.

BAB II

PEMBAHASAN GAGASAN-GAGASAN POKOK
KONSTITUSI LITURGI ARTIKEL 80

Usaha untuk mewujudkan pembaharuan upacara pengikraran kaul religius dan pembaharaun kaul-kaul merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Konsili Vatikan II. Hal ini disebabkan oleh karena, dalam perjalanan sejarah ada beberapa hal yang menyusupi upacara sakramen-sakramen dan sakramentali sehingga hakekat dan tujuannya menjadi kurang jelas bagi kita sekarang.[8] Oleh karena itu, perlu ada beberapa hal yang harus disesuaikan dalam upacara pengikraran kaul-kaul religius maupun dalam pembaharuan kaul-kaul sesuai dengan kebutuhan zaman.

Dalam bab II ini, kami akan membahas dokumen yang dikeluarkan oleh Konsili Vatikan II, khususnya Konstitusi Liturgi 80 yang menekankan pentingnya usaha untuk meninjau kembali tata upacara pengikraran kaul-kaul religius dan juga bahwa upacara itu hendaknya disatukan dalam perayaan Ekaristi. Melalui usaha pembaharuan upacara kaul religius perlu ditingkatkan dimensi keutuhan, kesederhanaan dan keluhuran suatu upacara. Berangkat dari fakta yang demikian, kami akan membahas berikut ini gagasan-gagasan pokok yang disajikan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80 dengan segala persoalan yang ada.

2.1. Upacara Prasetya para Perawan, yang terdapat dalam Pontifikale Romawi, Hendaknya Ditinjau kembali.

2.1.1. Upacara Prasetya Para Perawan[9]

Ritus tentang upacara prasetya para perawan[10] sebagaimana dikatakan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80 adalah merupakan suatu harta yang sangat berharga bagi para perawan, sebab melalui ritus tersebut para perawan mempersembahkan kesucian/kemurnian mereka kepada Allah lewat janji-janji yang mereka ucapkan. Usaha untuk meninjau kembali upacara prasetya para perawan sebagaimana terdapat dalam Pontifikale Romawi dapat kita lihat dalam dua aspek, antara lain dari “segi historis” dan tata upacara prasetya para perawan “sebelum Konsili Vatikan II.” Secara historis, dapat dikatakan bahwa Konsili Vatikan II mulai menyusun suatu ritus tentang upacara prasetya para perawan setelah melihat bahwa sebelum Konisili Vatikan II ritus tentang upacara prasetya para perawan perlu dibaharui sedemikian rupa. Sehingga, makna upacara itu sungguh-sungguh dirasakan oleh mereka yang menyerahkan diri secara khusus kepada Allah tanpa suatu ikatan hidup dalam sebuah komunitas. Usaha ini kemudian disahkan dalam “Summi Pontificis” oleh Paus Paulus VI pada tanggal 6 Januari 1971.
Sebelum Konsili Vatikan II, tata upacara prasetya para perawan[11] adalah sebagai berikut:
· Pemberian nama kepada perawan yang bersangkutan
· Homili atau khotbah untuk menjelaskan kepada para perawan makna tentang keperawanan
· Pengujian para perawan oleh Uskup
· Litani. Pada saat litani, para perawan berlutut untuk berdoa kepada Allah, Perawan Maria dan para kudus
· Pembaharuan terhadap hidup kemurnian (bdk. Ordo Professionis Religiosae)
· Ibadat mulia untuk para perawan
· Pemberian tanda atau simbol kepada para perawan

2.1.2. Yang terdapat dalam Pontifikale Romawi Hendaknya Ditinjau kembali

Upacara yang terdapat dalam Pontifikale Romawi hendaknya ditinjau kembali.[12] Maksud dari pernyataan ini jika dikaitkan dengan upacara prasetya para perawan dapat ditafsirkan, bahwa upacara yang ada dalam Pontifikale Romawi perlu ditinjau kembali terutama berkaitan dengan susunan dan makna dari upacara itu sendiri. Maksudnya, upacara prasetya para perawan yang terdapat dalam Pontifikale Romawi itu perlu disesuaikan dan disederhanakan, baik dari segi makna, tujuan, maupun tata upacara perayaan itu sendiri.

2.2. Selain itu Hendaknya Disusun Upacara Pengikraran Kaul Religius dan Pembaharuan Kaul-kaul, untuk Meningkatkan Keutuhan, Kesederhanaan dan Keluhuran Upacara.

2.2.1. Selain itu

Di atas telah dibahas mengenai upacara prasetya para perawan. Dari penjelasan ini, kita dapat memahami maksud dari pokok pikiran kedua dalam artikel 80 yang diawali dengan frase “selain itu”. Yang dimaksud dengan “itu” dalam frase ini jelas mengarah pada upacara prasetya para perawan yang telah disinggung sebelumnya. Maka, frase “selain itu” menunjukkan kepada kita bahwa ada bentuk upacara lain selain upacara prasetya para perawan. Upacara yang dimaksud adalah upacara pengikraran kaul religius, yaitu persekutuan di mana para anggotanya menurut hukum masing-masing mengikrarkan kaul-kaul religius, baik secara publik/kekal maupun sementara. Hukum yang dimaksud adalah hukum yang terdapat dalam masing-masing tarekat religius sesuai dengan konsititusi-konstitusi mereka.

2.2.2. Hendaknya Disusun Upacara Pengikraran Kaul Religius dan Pembaharuan Kaul-kaul.

Dewasa ini ada banyak Ordo, Kongregasi, Tarekat dan kelompok-kelompok religius serta bentuk-bentuk hidup bakti lainnya yang mempunyai aturan dan cara hidup masing-masing. Banyak kaum religius baik pria maupun wanita telah mengabdikan diri di dalamnya. Namun, oleh karena masing-masing Ordo, Kongregasi dan tarekat-tarekat ini mempunyai kekhasan yang berbeda-beda, maka sangat diperlukan suatu tata upacara pengikraran kaul-kaul maupun pembaharuan kaul yang seragam yang diterima secara universal. Menurut J.D. Crichton,[13] oleh karena ada begitu banyak kongregasi modern yang memiliki variasi dalam profesi religius maupun dalam pembaharuan kaul-kaul, maka kini saatnya untuk memikirkan atau menciptakan suatu tata upacara pengikraran profesi religius maupun pembaharuan kaul-kaul yang secara umum berlaku untuk semua kongregasi ataupun tarekat religius. Dengan kata lain, dalam upacara pengikraran kaul-kaul maupun pembaharuan kaul-kaul religius, perlu ada suatu keseragaman di antara tarekat-tarekat religius baik religius pria maupun wanita.

Upacara pengikraran kaul para biarawan pada umumnya lebih sederhana, dan tidak disebut sebagai “consecratio.” Pada permulaan hidup membiara belum ada novisiat. Jadi, masuk biara adalah profesi sekaligus orang diterima oleh abbas. Bahkan, pada permulaan sebetulnya sama sekali belum ada kaul atau profesi sehingga penerimaan dalam biara dinyatakan dengan pemberian pakaian kebiaraan (inkleding). Sejak zaman St. Benediktus (480-548) sudah diminta agar permohonan (petitio) ditulis dan pada waktu persembahan di dalam misa kudus permohonan tersebut diletakkan di atas altar. Dalam abad pertengahan, membacakan surat profesi itu sudah menjadi kebiasaan. Namun demikian, di dalam ordo St. Fransiskus dan St. Dominikus berlaku bahwa seorang calon diterima pada waktu kapitel dengan meletakkan tangannya ke dalam tangan prior. Kadang-kadang mereka memegang buku konstitusi atau regula atau suatu dokumen yang berisikan tentang kaul-kaul. Upacara itu tidak dipandang sebagai suatu “consecratio,” melainkan hanya sebagai penerimaan seorang calon di kalangan para saudara.[14] Oleh karena itu, sejak abad XVII profesi pertama sekaligus dianggap menjadi profesi kekal. Dengan penetapan dari Roma pada tahun 1894, upacara itu menjadi umum di kalangan biarawan dan biarawati.

Dari perkembangan profesi religius di atas dapat kita katakan bahwa antara ordo yang satu dengan ordo yang lain terdapat perbedaan berkaitan dengan dinamika upacara pengikraran profesi religius. Melihat kenyataan ini, Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Liturgi artikel 80 menganjurkan agar disusun suatu upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul. Maksudnya, adalah bahwa dengan menyusun suatu ritus baru yang berkaitan dengan upacara pengikraran kaul dan pembaharuan kaul-kaul religius, maka perbedaan perayaan yang ada di antara tarekat-tarekat religius sebagaimana diinginkan oleh masing-masing pendiri tarekat dapat dikurangi dan dibuat suatu susunan upacara atau perayaan yang universal yang dapat diterima dan dipakai oleh setiap tarekat atau lembaga-lembaga religius lainnya. Oleh karena itu, masing-masing tarekat atau lembaga religius perlu mengadaptasikan apa yang menjadi ciri khas dari tarekat itu sebagaimana diungkapkan dalam Ordo Professionis Religiosae.[15] Namun, hal ini bukan berarti menghilangkan apa yang menjadi ciri khas dari tarekat itu.
Sangat penting untuk diketahui bahwa pengikraran kaul merupakan salah satu ciri khas dari masing-masing tarekat/lembaga religius. Hal ini disebabkan oleh karena kaul merupakan janji kepada Allah yang dibuat dengan tekad bulat dan bebas mengenai sesuatu yang mungkin dan lebih baik, harus dipenuhi demi keutamaan religi.[16] Oleh karena itu, suatu kaul adalah publik jika diterima oleh pemimpin yang sah atas nama Gereja; jika tidak, maka kaul itu adalah privat.[17]

2.2.3. Untuk meningkatkan Keutuhan, Kesederhanaan dan Keluhuran Upacara.

Usaha untuk meningkatkan keutuhan, kesederhanaan, dan keluhuran upacara dalam pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul merupakan amanat penting yang disampaikan oleh Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Liturgi artikel 80. Hal ini terjadi oleh karena pada zaman dulu, upacara pengikraran kaul lebih kaya akan unsur-unsur emosional. Oleh karena itu, Konsili Vatikan II lebih menekankan dimensi keutuhan, kesederhanaan, dan keluhuran suatu upacara, agar setiap orang yang menyerahkan diri kepada Allah melalui kaul-kaul dapat masuk dan menghayati panggilannya secara lebih mendalam dalam persatuan dengan Allah. Dengan demikian, Konsili Vatikan II sangat berjasa dalam memberikan makna baru secara teologis atas upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul di mana dalam upacara itu tampak suatu ikatan yang tak terpisahkan dengan misteri Kristus.[18]

Penekanan Konsili Vatikan II terhadap penyusunan upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul untuk meningkatkan keutuhan, kesederhanaan dan keluhuran upacara, dapat dijelaskan sebagai berikut. Kesederhanaan suatu upacara profesi religius dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang bersifat yuridis dan liturgis. Tindakan ini dikatakan sederhana apabila suatu perayaan dirayakan dalam suasana yang tidak mengkhususkan upacara itu dalam suasana yang meriah yang dapat mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan religius. Kesederhanaan upacara profesi religius sesungguhnya mau mengungkapkan realitas bentuk kehidupan kaum religius yang sederhana yang didasarkan pada kesederhanaan Kristus sendiri.[19] Mengingat bahwa ada begitu banyak perbedaan yang mencolok dalam upacara pengikraran kaul religius, maka Keutuhan suatu upacara profesi religius dapat diwujudkan hanya apabila perbedaan-perbedaan yang ada dalam lembaga-lembaga/tarekat-tarekat religius dikurangi. Maksudnya, untuk menjaga suatu keutuhan upacara maka sangat penting untuk membuat suatu susunan upacara yang universal yang dapat dipakai oleh seluruh tarekat religius tanpa menghilangkan kekhasan dari masing-masing tarekat sesuai dengan spiritualitasnya. Keluhuran yang dimaksudkan adalah bahwa upacara pengikraran kaul religius itu sungguh-sungguh menghantar kaum religius dalam persatuan dengan Allah sang mempelai jiwanya. Dengan kata lain, upacara pengikraran kaul religius bukan pertama-tama untuk memperlihatkan dimensi kemeriahan atau keistimewaan suatu upacara, melainkan bahwa upacara itu benar-benar mengagungkan dan menyentuh realitas iman kaum religus.


2.3. Upacara itu Hendaknya Dilaksanakan oleh Mereka yang Mengikrarkan atau Membaharui Kaul-kaul dalam Misa.

Pengikraran kaul religius dapat dikatakan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang secara bebas dan personal. Dengan kata lain, tindakan untuk mengikat diri dalam persatuan dengan Allah melalui pengikraran kaul-kaul religius merupakan tindakan personal yang bebas tanpa paksaan, tanpa ketakutan dan tanpa penipuan.[20] Oleh karena pengikraran kaul religius ini merupakan tindakan personal yang bebas dan tanpa paksaan, maka dalam mengikrarkan kaul-kaul itu kehadiran pribadi yang mengikrarkan kaul sangat mutlak diperlukan. Dengan kata lain, seseorang yang mengikrarkan kaul tidak boleh diwakili oleh orang lain. Hal ini ditegaskan oleh karena kaul merupakan komitmen dan jawaban pribadi seseorang untuk menanggapi panggilan Tuhan menuju kesucian hidup.[21] Penghayatan kaul-kaul yang dibaktikan kepada Allah, yakni mengikuti dan menanggapi panggilan-Nya merupakan suatu tindakan dan penghayatan yang dilakukan oleh setiap orang beriman yang mau mengabdikan diri secara utuh dan total kepada Allah. Dikatakan demikian, karena melalui pengikraran nasihat-nasihat Injili, yaitu kemiskinan, kemurnian dan ketaatan, seorang kaum religius mempersembahkan diri secara lebih mesra dalam pelayanan kepada Allah (bdk. LG 44).

Paus Paulus VI mengatakan bahwa seorang religius yang mengikat diri dalam ketiga nasihat Injili, berarti ia mempersembahkan hidup dan menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, seluruh hidupnya dibaktikan hanya untuk pelayanan kepada Allah.[22] Dengan demikian, pengikraran kaul menurut nasihat-nasihat Injili mempunyai peranan penting dalam kehidupan religius, yakni sebagai sarana untuk mencapai tujuan kesempurnaan dalam hidup, yaitu cinta kasih Ilahi.[23] Melalui cinta kasih Ilahi ini, kaum religius yang mengirarkan nasihat-nasihat Injili digabungkan dalam Gereja. Oleh karena itu, dengan mengikrarkan diri dalam Gereja, mereka dibebaskan dari berbagai rintangan yang mungkin menjauhkan mereka dari cinta kasih yang berkobar dan dari kesempurnaan bakti kepada Allah. Pentakdisan akan menjadi semakin sempurna, apabila diikat dan dilambangkan dalam Kristus. Jadi, ikatan itu tetap bersatu dengan Gereja mempelai-Nya.

Sebagaimana telah dikatakan di atas bahwa melalui pengikraran nasihat-nasihat Injili, kaum religius dipersatukan dengan Gereja dan dengan seluruh misterinya. Oleh karena itu, kaum religius yang telah mengikrarkan nasihat-nasihat Injili diharapkan untuk membaktikan diri seutuhnya kepada kesejahteraan seluruh Gereja. Hal ini dikatakan demikian, karena pengikraran nasihat-nasihat Injil merupakan tanda yang dapat dan harus menarik secara efektif semua anggota Gereja untuk menunaikan tugas-tugas panggilan kristiani dengan tekun. Oleh sebab itu, status kaum religius yang telah mengikrarkan nasihat-nasihat Injil yang telah membebaskan dia dari keprihatinan-keprihatinan duniawi, juga harus memperlihatkan kepada semua orang beriman harta surgawi yang telah hadir di dunia ini, memberi kesaksian akan hidup baru dan kekal yang diperoleh berkat penebusan Kristus, dan mewartakan kebangkitan Kristus yang akan datang serta kemuliaan Kerajaan surgawi. Jadi, kendatipun pengikraran nasihat-nasihat Injili tidak termasuk dalam susunan hirarkis Gereja, namun pengikraran ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan kesucian Gereja (LG 44).[24]

Melihat adanya hubungan erat yang tak terpisahkan antara Gereja dan pengikraran nasihat-nasihat Injili, maka sangat dianjurkan agar mereka yang telah mengikrarkan nasihat-nasihat Injil melibatkan diri dalam karya keselamatan Allah melalui pelayanan dalam Gereja. Hanya dengan cara demikian, kaul dapat dikatakan “publik.” Artinya, kaul dikatakan publik apabila kaul itu diterima atas nama Gereja oleh pemimpin yang sah. Dengan demikian, kaul yang bersifat publik ini selain dikatakan “resmi,” juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Gereja, yaitu bahwa Allah sendirilah yang berkarya di dalam kaul itu di mana Ia menghimpun manusia dalam persekutuan Gerejani. Oleh karena itu, setiap orang yang dipanggil untuk mengikrarkan nasihat-nasihat Injil, hendaklah ia berusaha dengan sungguh-sungguh agar ia bertahan dan semakin maju dalam panggilan yang diterimanya dari Allah demi makin suburnya kesucian Gereja, agar semakin dimuliakanlah Tritunggal yang satu tak terbagi, yang dalam Kristus dan dengan perantaraan Kristus menjadi sumber dan asal segala kesucian.[25]

Jadi, pengikraran kaul religus dan pembaharuan kaul-kaul hendaknya dilaksanakan dalam perayaan Ekaristi dengan melibatkan diri dan orang lain dalam perayaan itu. Hanya dengan cara seperti inilah, kaul yang bersifat “resmi” itu tetap utuh dan dapat disaksikan oleh seluruh umat beriman.[26]

2.4. Hukum Khas tetap Dipertahankan

Setiap tarekat religius berdiri karena diilhami oleh spiritualitas dan semangat tertentu sesuai dengan semangat para pendirinya. Inilah yang membuat tiap-tiap tarekat mempunyai keunikan sehingga tarekat itu berbeda satu sama lain. Hal ini pula yang menimbulkan adanya suatu keanekaragaman dari tradisi dan ritus mengenai kaul religius yang ada.

Upacara pengikraran kaul yang telah disusun oleh Konsili membantu tiap-tiap tarekat religius untuk menyusun suatu ritus perayaan pengikraran dan pembaharuan kaul. Ini berarti bahwa rumusan yang ditetapkan oleh Konsili terbuka untuk diadaptasikan sesuai dengan spiritualitas dan semangat tarekat. Penyesuaian ini dimaksudkan agar hukum khas dari setiap tarekat tercantum dalam ritus, karena setiap tarekat berdiri dengan semangat dan spiritualitas tertentu. Namun, dalam mempertahankan hukum khas sesuai dengan spiritualitas masing-masing tarekat, setiap tarekat atau lembaga religius tidak boleh mengabaikan aturan-aturan Tahta Suci. Hukum khas sesungguhnya dimaksudkan agar ujud dan roh dari upacara pengikraran dan pembaharuan kaul-kaul lebih mengena dan lebih asli,[27] karena secara esensial upacara ini berhubungan erat dengan spiritualitas, makna hidup dan tradisi dari masing-masing tarekat. Dengan demikian, dapat dirayakan dalam semangat kekeluargaan sebagai satu keluarga religius tertentu.

Hukum khas tidak lain adalah apa yang dicita-citakan oleh pendiri dari masing-masing tarekat religius, baik religius pria maupun religius wanita. Maksud serta cita-cita para pendiri yang disahkan oleh otoritas Gerejawi yang berwenang mengenai hakekat, tujuan, semangat serta sifat tarekat, serta tradisi-tradisi mereka yang sehat, yang kesemuanya merupakan khazanah warisan tarekat itu, hendaknya dipelihara oleh semua orang dengan setia.[28]

Previlegi diberikan pada bacaan Kitab Suci, homili, doa permohonan dari biarawan-biarawati yang berkaul, penyelidikan, litani para kudus, rumusan kaul, presentasi, lagu-lagu dalam pelbagai bentuk dan alternatif doa lainnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaptasian ini adalah:
· Upacara kaul tersebut hendaknya ditempatkan atau diadakan segera sesudah Injil.
· Pengaturan bagian-bagian upacara kaul tersebut tidak boleh terganggu satu dengan yang lainnya. Maksudnya, tidak terhalang juga kalau beberapa bagian ditinggalkan atau diganti dengan beberapa hal yang sejenis.
· Dikatakan juga bahwa banyak rumusan upacara kaul tersebut diganti malah harus diganti agar terwujud atau semangat tarekat dapat dipertahankan. Hal ini terjadi karena dalam Buku Rituale Romanum menyediakan banyak rumusan pilihan, sehingga tiap tarekat dapat memasukkan atau menyesuaikan dengan rumusan tersebut.[29]

2.5. Sangat Dianjurkan supaya Pengikraran Kaul Religius Dilaksanakan dalam Misa.

Berkaitan dengan gagasan pokok yang terakhir ini, salah satu pertanyaan yang dapat kita ajukan adalah mengapa upacara pengikraran kaul-kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul sangat dianjurkan agar dilaksanakan dalam perayaan Ekaristi? Lalu, apa hubungan antara perayaan Ekaristi dengan pengikraran kaul-kaul? Untuk menjawab kedua pertanyaan ini, kami akan membahasnya pada bagian berikut ini.

2.5.1. Mengapa Di dalam Perayaan Ekaristi

Salah satu upacara liturgi yang sangat penting dalam kehidupan Kristiani adalah perayaan Ekaristi. Ekaristi merupakan sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani (LG 11).[30] Dikatakan sebagai sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani, karena melalui perayaan Ekaristi kita merayakan inti misteri iman, yakni misteri wafat dan kebangkitan Kristus.[31] Dalam perayaan Ekaristi, kita mengikuti perjamuan di mana Kristus yang bangkit dari alam maut menghidangkan tubuh dan darah-Nya kepada kita sebagai santapan dan minuman yang telah dikurbankan demi keselamatan kita. Maka, dengan menyambut tubuh dan darah Kristus, berarti bahwa kita menyambut diri Kristus sendiri yang mengurbankan diri-Nya kepada kita sebagai sumber keselamatan dan kekuatan kita. Melalui santapan tubuh dan darah-Nya, kita menyatukan diri dengan Kristus, dengan pikiran-Nya, dengan perasaan-Nya, dan dengan semangat-Nya.[32] Oleh karena itu, ritus profesi kaum religius dan pembaharuan kaul-kaul seharusnya dirayakan dalam ekaristi, sebab melalui perayaan ekaristi kaum religius dikonsekrasikan dan disatukan dengan Yesus sendiri yang telah mengorbankan diri-Nya kepada manusia lewat tubuh dan darah-Nya.[33]

2.5.2. Hubungan antara Misteri Ekaristi dengan Pengikraran Kaul

Dalam Konstitusi Liturgi artikel 47 dan 48 dikatakan, bahwa misteri perayaan Ekaristi sangat berarti untuk memurnikan motivasi dasar persembahan dan penyerahan diri kepada Allah. Melalui liturgi dan terutama dalam perayaan Ekaristi, Gereja mengungkapkan dan melaksanakan dirinya sebagai sakramen keselamatan Allah oleh karena melalui perayaan Ekaristi Gereja menghadirkan Kristus sebagai sakramen induk dan melalui perayaan Ekaristi itulah terlaksana karya penebusan kita.[34]

Kaum religius yang mengikrarkan kaul-kaul dengan tujuan mau menyatukan dan mempersembahkan diri kepada Allah, oleh Gereja sangat dianjurkan untuk menyatukan persembahan itu dalam perayaan Ekaristi, karena tindakan seperti ini tidak hanya mengangkat kaul religius kepada martabat status kanonik, tetapi juga bahwa melalui perayaan Ekaristi, kaul-kaul itu dikuduskan kepada Allah sendiri. Melalui hirarki, Allah menyerahkan kekuasaan untuk memimpin sehingga Gereja menerima kaul-kaul yang diikrarkan oleh kaum religius dengan mendoakan dan memohonkan berkat Allah bagi mereka yang mengikrarkan kaul-kaul. Maksudnya adalah bahwa Gereja menyerahkan mereka kepada Allah dan menyatukan persembahan diri mereka dengan korban Ekaristi melalui roti dan anggur yang dikonsekrasikan untuk menjadi tubuh dan darah Kristus di atas altar.[35]

Harus diakui bahwa Ekaristi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, di mana dalam perayaan Ekaristi manusia berjumpa dengan Allah sendiri yang hadir dalam rupa roti dan anggur. Perwujudan Allah dalam rupa roti dan anggur menghantar setiap manusia terutama kaum religius yang mengikrarkan kaul-kaul dipersatukan menjadi mempelai Kristus. Oleh karena itu, kaum religius sebagai mempelai Kristus harus menyerahkan diri secara total dan utuh selamanya kepada Allah dan sesama sesuai dengan semangat dan spiritualitas tarekat yang diikuti. Oleh karena itu, pengikraran kaul yang dipersatukan dengan korban Kristus dalam perayaan Ekaristi menjadi dasar semangat pengabdian para religius untuk berbakti dan menyerahkan diri sesara total kepada Allah.[36]

2.6. Susunan Upacara Pengikraran Kaul Religius Sesudah Konsili Vatikan II

Usaha untuk meninjau kembali susunan upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul sebagaimana dituangkan dalam Konstitusi Liturgi 80, dapat kita temukan dalam dokumen Ordo Professionis Religiosae yang disahkan pada tanggal 2 Februari 1970.[37] Usaha untuk mewujudkan pembaharuan ini merupakan salah satu wujud dari upaya Gereja untuk menghantar kaum religius, baik laki-laki maupun wanita lebih menghayati panggilan mereka dalam persatuan dengan Allah melalui nasihat-nasihat Injili. Usaha ini juga menunjukkan bagaimana Gereja bertanggungjawab atas kehidupan kaum religius yang lahir, ada dalam Gereja dan untuk Gereja.

Berkaitan dengan susunan upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul, R. Kevin Seazolt mengatakan bahwa apa yang disampaikan dalam dekrit Ordo Professionis Religiosae oleh Kongregasi Suci untuk Ibadat Ilahi, dimasukkan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80 dengan memiliki formulasi berikut, antara lain: 1. Inisiasi, 2. Profesi Sementara, 3. Profesi Kekal, 4. Pembaharuan Kaul-kaul.[38] Keempat unsur ini akan kami bahas satu per satu di bawah ini.

2.6.1. Inisiasi

Menurut Kevin Seazolt, ritus inisiasi dikaitkan dengan penerimaan seorang novis ke dalam sebuah tarekat religius baik religius pria maupun wanita. Novisiat sendiri merupakan permulaan kehidupan religius.[39] Novisiat sebagai lembaga religius, mempunyai tujuan khusus, yaitu bahwa seorang novis yang telah diterima dalam novisiat dihantar untuk masuk ke dalam bentuk hidup religius dengan menghayati nasihat-nasihat Injil walaupun mereka belum mengikrarkan kaul-kaul.

Menurut Kevin, ritus inisiasi para novis telah mengalami beberapa perubahan di mana ritus ini tidak lagi masuk dalam kebiasaan religius, karena kebiasaan religius dianggap sebagai simbol dan dedikasi religius dalam tarekat. Oleh karena itu, novisiat dikatakan sebagai masa percobaan dan memiliki komitmen yang bersifat sementara. Jadi, dilihat dari segi ritusnya, maka dapat dikatakan bahwa ritus dalam penerimaan seorang novis adalah ritus yang bersifat sederhana. Dengan kata lain, ritusnya tidak dilakukan secara publik, bahkan dianjurkan agar penerimaan para novis dilakukan dalam suatu ruangan khusus.

2.6.2. Pengikraran Kaul Pertama[40]

Kaul pertama atau kaul sementara merupakan ungkapan penyerahan diri kepada Allah setelah masa novisiat. Namun, kaul pertama ini masih bersifat sementara atau percobaan bagi mereka yang telah menyelesaikan masa novisiat untuk masa persiapan menuju kaul kekal.[41] Perayaan kaul pertama ini harus dilaksanakan dalam ekaristi. Tetapi, ritus upacaranya termasuk dalam kategori yang sederhana atau tanpa kemeriahan karena penyerahan diri secara total kepada Allah sesungguhnya dilaksanakan pada saat kaul kekal. Meskipun seorang religius harus intens mempersembahkan dirinya untuk selamanya (kekal) sejak kaul pertama, namun para Bapa Konsili menganggap bahwa kaul pertama dan kaul kekal perlu dibedakan.

Setelah mengucapkan kaul pertama, para novis ditandai dengan benda atau simbol yang menjelaskan makna dan ciri-ciri dari tarekat masing-masing. Ritus ini berupa penyerahan regula/konstitusi, salib, kalung, pakaian kebiaraan dan kap bagi biarawati.

2.6.3. Pengikraran Kaul Kekal[42]

Kaul kekal merupakan tindakan yang definitif dari seorang religius baik laki-laki maupun wanita untuk mengabdikan diri kepada Tuhan seumur hidup. Tindakan kaul kekal ini merupakan komitmen personal dari seorang kaum religius untuk menanggapi panggilan Tuhan dalam hidupnya. Oleh karena profesi kekal ini merupakan suatu ritus yang bersifat kekal, maka sangat penting bahwa upacara pengikraran kaul kekal ini sebaiknya dilaksanakan dalam perayaan ekaristi sebagai puncak dan sumber kehidupan iman kristiani. Dengan demikian, profesi kekal harus dirayakan secara meriah dan secara publik agar Gereja setempat dapat bergabung di dalamnya dan ikut serta menghantar mereka yang mengikrarkan profesi kekal ke dalam persekutuan dengan Allah lewat doa-doa mereka. Seperti dalam ritus atau upacara pemberkatan yang lain, upacara pengikraran kaul kekal sebaiknya ditempatkan setelah liturgi sabda. Maksudnya adalah bukan untuk merubah suatu aturan perayaan yang telah ditetapkan, melainkan oleh karena ritus ini diikuti oleh hakekatnya sebagai ungkapan persembahan dari orang yang berprofesi. Dengan kata lain, orang yang berprofesi itu mempersembahkan diri kepada Allah secara utuh dan kekal dengan disertai oleh doa-doa umat yang hadir dalam perayaan itu.

Menurut Bugnini, susunan upacara pengikraran kaul kekal sebaiknya dilaksanakan dalam cara yang demikian:
v Pemanggilan para calon. Tujuan dari pemanggilan ini adalah meminta seorang calon untuk masuk dalam tarekat religius dan menjadi bagian di dalamnya secara utuh.
v Homili. Homili didasarkan pada bacaan-bacaan dalam perayaan ekaristi yang menjelaskan arti dan makna hidup religius serta makna pengudusan diri dalam kesatuan dengan Gereja dan umat beriman.
v Penyelidikan/pengujian para calon. Tujuan penyelidikan ini didasarkan pada empat pertanyaan, antara lain: Pertama: hubungan antara kaul dan sakramen pembaptisan, Kedua: hubungan antara kaul dan mengikuti Yesus Kristus, Ketiga: hubungan antara kaul dengan prinsip hidup religius, yakni kesempurnaan cinta kasih, Keempat: aspek kerasulan dari hidup religius.
v Litani para kudus. Litani para kudus merupakan intensi khusus berkaitan dengan panggilan hidup kaum religius yang bersangkutan. Dengan kata lain, kaum religius yang menyerahkan diri secara total kepada Allah memohon pertolongan dari Tuhan, Santa Perawan Maria, dan semua orang kudus.
v Pengikraran kaul. Pengikraran kaul merupakan puncak atau klimaks dari upacara kaul kekal di mana setiap calon membaca rumusan teks kaul yang ditulis oleh para calon sendiri kemudian meletakkannya di atas altar. Hal ini menunjukkan bahwa seorang religius yang mengikrarkan kaul sungguh-sungguh menyatukan dirinya dengan Kristus dalam kurban Ekaristi.
v Doa meriah bagi para religius yang baru mengikrarkan kaul. Doa ini ditujukan kepada Allah Bapa yang mengingatkan kembali sejarah keselamatan dalam Perjanjian Lama dan penyelamatan yang dilakukan oleh Allah Putra yang sampai saat ini berlanjut dalam Gereja.
v Akhirnya, kaum religius disatukan dengan Gereja dalam tarekat religius lewat penyerahan simbolis, misalnya pemberian cincin bagi kaum biarawati sebagai lambang komitmen kepada Yesus Kristus, ucapan selamat dan salam damai.

2.6.4. Pembaharuan Kaul-kaul[43]

Ritus atau upacara yang diberikan untuk membaharui kaul mempunyai nilai yuridis sebagaimana tertera dalam konstitusi atau regula masing-masing tarekat religius. Ritus atau upacara pembaharuan kaul ini dapat dilaksanakan dalam perayaan ekaristi. Namun, bagaimanapun juga pembaharuan kaul tidak dapat lepas dari fakta bahwa dalam beberapa tarekat religius terdapat upacara atau ritus pembaharuan kaul dari devosi atau tarekat itu sendiri. Dengan kata lain, upacara pembaharuan kaul dapat dilaksanakan dalam ibadat sabda, ofisi harian atau Ekaristi. Upacara pembaharuan kaul ini ditempatkan setelah liturgi sabda di mana seorang kaum religius mengucapkan pembaharuan kaul-kaulnya di hadapan pemimpin serikat atau superior di depan altar. Pada waktu penerimaan komuni kudus, kaum religius yang membaharui kaul hendaknya menerima komuni kudus dalam rupa roti dan anggur.

Berkaitan dengan pembaharuan kaul-kaul, maka penting untuk dibuat suatu pembedaan antara pembaharuan kaul yang ditentukan oleh hukum dengan praktek dovosional yang membaharui kaul pada saat retret tahunan atau rekoleksi bulanan. Maksud dari pernyataan ini adalah pembaharuan kaul yang dilakukan oleh kaum religius yang memiliki jatuh tempo dan pembaharuan kaul-kaul yang dilakukan oleh kaum religius tertentu pada saat rekoleksi atau retret.


BAB III
TINJAUAN KRITIS PELAKSANAAN UPACARA PENGIKRARAN KAUL RELIGIUS SERIKAT SABDA ALLAH, HERMANAS CARMELITAS DAN KONGREGASI PASSIONIS DALAM TERANG KONSTITUSI LITURGI ARTIKEL 80

Pada bab ini, kami akan membahas secara khusus bagaimana pelaksanaan upacara pengikraran kaul kekal dalam ketiga kongregasi religius, yaitu: upacara pengikraran kaul kekal dalam Serikat Sabda Allah (SVD), kongregasi Hermanas Carmelitas (H. Carm), dan kongregasi Passionis (CP). Selain membahas upacara pengikraran kaul-kaul dalam ketiga kongregasi ini, kami juga akan menunjukkan kekhasan dari masing-masing kongregasi sebagaimana dikatakan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80, bahwa hukum khas tetap dipertahankan. Setelah itu, kami akan membandingkan upacara pengikraran kaul-kaul ketiga kongregasi ini dengan struktur upacara pengikraran kaul-kaul yang disampaikan dalam Ordo Professionis Religiosae.

3.1. Struktur Upacara Pengikraran Kaul Kekal Dalam Serikat Sabda Allah

Struktur upacara pengikraran kekal dalam Serikat Sabda Allah, dapat kita temukan dalam buku Vademecum SVD.[44] Struktur upacara ini terdiri dari 6 bagian[45] antara lain: Persiapan, Liturgi Sabda, Upacara Pengikraran Kaul-kaul, Liturgi Ekaristi dan Penutup. Setiap bagian dari upacara ini terdiri dari beberapa unsur. Untuk lebih jelasnya, kami akan menjabarkannya berikut ini:
I. Persiapan
· Di sakristi/ruangan
· Di dalam Gereja
II. Pembukaan
III. Liturgi Sabda
IV. Upacara Pengikraran Kaul
· Pengantar dari pemimpin upacara
· Lagu “Datanglah Roh Maha Kudus”
· Pemasangan Lilin-lilin kaul
· Permohonan kaul
· Doa Penyerahan (oleh wakil keluarga)
· Tanya jawab kaul
· Litani orang kudus
· Pengikraran kaul-kaul
· Doa umat
V. Liturgi Ekaristi
VI. Penutup

Salah satu penekanan yang disampaikan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80 berkaitan dengan pengikraran kaul-kaul adalah “hendaknya upacara pengikraran dan pembaharuan kaul-kaul religius dilaksanakan dalam perayaan ekaristi.” Demikian pula upacara pengikraran kaul dan pembaharuan kaul-kaul dalam Serikat Sabda Allah adalah merupakan upacara yang disesuaikan dengan liturgi ritus Roma. Artinya, perayaan liturgi kaul (kaul pertama, kaul kekal dan pembaharuan kaul) dalam Serikat Sabda Allah dilaksanakan dalam perayaan ekaristi. Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam Serikat Sabda Allah, pengikraran “kaul pertama” dan “kekal” dan pembaharuan kaul, tidak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan. Untuk kaul pertama dan kekal perayaannya digabung menjadi satu dan dibuat secara meriah dengan disaksikan oleh umat. Sedangkan pembaharuan kaul, perayaannya dibuat secara terpisah (sendiri-sendiri) dan dilaksanakan dalam bentuk yang sederhana serta dibuat secara intern, artinya tidak dihadiri oleh umat.

Untuk memahami lebih lanjut bagaimana proses pengikraran kaul-kaul dalam Serikat Sabda Allah, kami akan menguraikannya pada bagian berikut.[46]

3.1.1. Persiapan

Dalam serikat Sabda Allah, upacara pengikraran kaul, baik kaul untuk kekal maupun untuk pertama kalinya, melewati salah satu tahap, yaitu tahap “persiapan.” Tahap persiapan pertama-tama dilaksanakan di sakristi. Di tempat ini, para frater dan bruder yang akan berkaul kekal maupun yang berkaul untuk pertama kalinya berkumpul bersama untuk mempersiapkan diri menuju altar. Setelah semua berkumpul di sakristi, pemimpin upacara memberikan aba-aba sebagai tanda dimulainya upacara. Upacara ini ditandai dengan penyalaan lilin yang ada di tangan masing-masing yang akan berkaul, pembakaran dupa, dan percikan air suci kepada para frater dan bruder yang akan berkaul. Setelah itu, dilanjutkan dengan upacara prosesi menuju altar. Dalam prosesi ini, adapun urutannya adalah: misdinar pembawa salib, misdinar pembawa lilin, para frater dan bruder yang akan berkaul, misdinar pembawa api dan dupa, para imam dan pemimpin upacara. Selama perarakan menuju altar, para frater dan bruder yang akan berkaul menyanyikan lagu “Ave Maris Stella.”[47] Selama prosesi ini juga, umat dilibatkan untuk ikut menyanyikan lagu Ave Maris Stella. Setelah sampai di altar, para frater dan bruder yang akan berkaul kekal maupun untuk pertama kalinya, menuju tempat duduk yang telah dipersiapkan sejajar dengan umat, sementara para imam menuju altar.

3.1.2. Pembukaan

Segera setelah sampai di altar, pembukaan diawali dengan lagu yang dinyanyikan oleh anggota koor. Kemudian, pemimpin upacara melalui kata pembukaan mengajak umat yang hadir untuk ikut berdoa menghantar para frater dan bruder yang akan mengikrarkan kaul-kaul mereka. Pembukaan ditandai dengan tanda salib, salam pembuka dari pemimpin upacara, pernyataan tobat, lagu Kyrie, Gloria dan doa pembuka.

3.1.3. Liturgi Sabda

Dalam upacara pengikraran kaul kekal Serikat Sabda Allah, khususnya di komunitas Seminari Tinggi SVD, bacaan-bacaan yang diambil pada saat itu tidak sama dengan bacaan misa harian sebagaimana telah ditetapkan dalam penanggalan liturgi. Bacaan-bacaan yang diambil pada waktu itu adalah sebagai berikut: untuk pembaharuan kaul, bacaan pertama biasanya diambil dari hari yang bersangkutan atau sesuai dengan penanggalan liturgi. Sedangkan bacaan Injil, diambil dari Prolog Injil Yohanes (Yoh. 1:1-18). Sebaliknya, untuk kaul pertama dan kaul kekal, perayaan ekaristinya digabung menjadi satu sehingga bacan-bacaan yang digunakan dalam misa pada waktu itu adalah sama. Dalam menentukan bacaan yang dipakai pada saat kaul kekal dan kaul pertama, biasanya diserahkan kepada mereka yang akan berkaul kekal, karena bacaan yang dipakai disesuaikan dengan “motto” mereka. Penentuan bacaan yang dimaksud berlaku untuk bacaan pertama maupun untuk bacaan Injil. Namun, untuk bacaan Injil biasanya digunakan Prolog Injil Yohanes.[48]

3.1.4. Upacara Pengikraran Kaul Kekal
3.1.4.1. Permohonan Kaul Kekal

Upacara permohonan kaul dalam Serikat Sabda Allah dilaksanakan setelah upacara liturgi sabda dan homili. Namun, sebelum permohonan kaul, pemimpin upacara memberikan pengantar singkat sebagai tanda bahwa upacara pengikraran kaul-kaul segera dimulai. Setelah pemimpin upacara memberikan pengantar singkat, anggota koor dan para frater dan bruder yang akan berkaul menyanyikan lagu “Datanglah Roh Maha Kudus (Veni Creator Spiritus).[49] Lagu ini merupakan teladan dari “Bapa Pendiri” yang sangat menghormati Roh Kudus, sebab menurut beliau, Roh Kudus adalah sumber kekuatan dan karunia yang senantiasa memampukan kita untuk melaksanakan segala tugas dan pekerjaan kita setiap hari.

Setelah menyanyikan lagu “Datanglah Roh Maha Kudus,” Pater Magister[50] atau Pater Rektor[51] memanggil nama-nama para frater dan bruder yang akan berkaul. Pada saat pemanggilan para calon yang akan berkaul, masing-masing dari mereka menjawab “saya hadir”[52] sambil berdiri di tempat, kemudian maju ke depan sambil membawa rumusan kaul dengan lilin bernyala di tangan. Setelah para frater dan bruder yang berkaul kekal maupun yang berkaul untuk pertama kalinya maju ke depan altar, orangtua dari salah satu frater maupun bruder yang akan berkaul kekal maju ke depan untuk mendoakan “Doa Penyerahan Orangtua.” Doa ini dimaksudkan sebagai tanda bahwa orangtua sungguh-sungguh dari hati yang paling dalam menyerahkan para frater dan bruder yang akan berkaul ke dalam persatuan dengan Kristus lewat pengikraran kaul-kaul kebiaraan.

3.1.4.2. Tanya Jawab

Setelah orangtua menyerahkan para frater dan bruder yang akan berkaul melalui “Doa Penyerahan orangtua,” dimulai suatu dialog antara pemimpin Provinsi (Pater Provinsial) dengan mereka yang akan berkaul. Bentuk dialog yang dimaksud di sini adalah, misalnya: Pater Provinsial: Saudara-saudaraku yang terkasih, katakanlah kepadaku apa keinginanmu? Setelah mengajukan pertanyaan ini, kemudian Yang berkaul menjawab: “Bapa yang terhormat, dengan rendah hati, kami mohon supaya diperkenankan mengikrarkan kaul-kaul suci dalam Serikat Sabda Allah.” Kemudian, dialog ini dilanjutkan dengan pertanyaan dari pemimpin upacara: “Apa alasanmu mengajukan permintaan ini? Kemudian yang berkaul menjawab: “Kami ingin mengabdikan diri kepada Allah Tritunggal Maha Kudus dalam persatuan dengan kurban Yesus, agar dengan lebih melimpah ruah Ia menganugerahkan rahmat-Nya atas kami dan atas segala usaha kami, guna memajukan agama serta meningkatkan cinta manusia terhadap Allah.” Setelah para frater dan bruder menyatakan keinginan mereka untuk mengikat diri dalam kaul-kaul kebiaraan, Pemimpin upacara mengatakan: “Terpujilah Allah, semoga Ia yang menyatakan kuasa-Nya di dalam orang yang lemah, sudi menguatkan hatimu dengan rahmat-Nya. Dan semoga Ia yang menganugerahkan kamu kemauan ini, sudi memberikan juga berkat untuk melanjutkan serta menyelesaikan cita-citamu. Akan tetapi, saudara-saudaraku, pertimbangkanlah sekali lagi apa yang ingin kamu lakukan. Sampai saat ini kamu masih bebas. Perhatikanlah bahwa Tuhan adalah Allah yang cemburu, artinya kaul-kaul yang pernah dipersembahkan kepada-Nya, harus dianggap suci dan harus ditepati. Jadi, Tuhan akan murka jika apa yang hari ini dipersembahkan kepada-Nya ditarik kembali.”[53] Setelah itu, para frater dan bruder yang berkaul kekal tiarap sedangkan yang berkaul untuk pertama kalinya berlutut.

3.1.4.3. Litani Orang Kudus

Upacara selanjutnya adalah litani orang kudus. Setelah para frater dan bruder yang berkaul berlutut dan tiarap, pemimpin upacara mengajak mereka dan umat yang hadir untuk berdoa bersama kepada Allah Bapa dengan perantaraan para kudus, teristimewa kepada santo pelindung para frater dan bruder yang mengikrarkan kaul-kaul. Litani kepada para kudus merupakan intensi khusus berkaitan dengan panggilan hidup kaum religius yang bersangkutan. Dengan kata lain, kaum religius yang menyerahkan diri secara total kepada Allah memohon pertolongan dari Tuhan, Santa Perawan Maria, dan semua orang kudus.

Setelah doa litani orang kudus, pemimpin upacara mengucapkan doa berikut: “Ya Tuhan, kabulkanlah doa-doa permohonan kami dan hantarkanlah hamba-hamba-Mu ini. Semoga Roh Kudus menyucikan mereka dari segala kekurangan dan dosa-dosa mereka serta menyalakan api cinta di dalam hati mereka. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami, kini dan sepanjang masa.

3.1.4.4. Pengikraran Kaul Kekal

Setelah selesai doa litani orang kudus, kini saatnya para frater dan bruder yang berkaul akan mengikrarkan kaul-kaul mereka. Namun, sebelum mereka mengikrarkan kaul-kaul mereka, mereka akan menyanyikan lagu: “Kupersembahkan Kaulku.”[54]
“Kupersembahkan kaulku, kehadapan Tuhan Dan disaksikan umat-Nya, di dalam rumah Kudus Tuhan Allah kita.” Setelah menyanyikan lagu “Kupersembahkan Kaulku,” para frater dan bruder yang berkaul, baik untuk pertama kalinya, untuk kekal maupun yang membaharui kaul-kaul berlutut di depan altar sambil menghadap selebran, lalu membacakan rumusan kaul yang ada di tangan mereka masing-masing secara bersama-ssama, kecuali bagian-bagian tertentu yang harus dibacakan secara pribadi oleh yang berkaul. Rumusan kaul dalam Serikat Sabda Allah pada umumnya adalah sama, baik untuk kaul pertama, kekal maupun pembaharuan kaul. Adapun rumusan kaul dalam Serikat Sabda Allah[55] adalah:

“Ya Allah Tritunggal yang mahakudus, dengan penuh rasa syukur, saya berlutut di hadapan-Mu, saya ingin menyerahkan seluruh diriku kepada-Mu, karena cinta terhadap-Mu. Kepada-Mu saya menyerahkan segenap tenaga jiwa-ragaku untuk melaksanakan tiap tugas yang Kaubebankan kepadaku, karena untuk itulah Engkau memanggil saya masuk hidup membiara. Semoga semua pekerjaanku berkenan kepada-Mu bagaikan korban bakaran, yang dihanguskan oleh api cintaku terhadap-Mu, sehingga bermanfaat bagi keselamatanku sendiri bagi perambatan Injil dan bagi keselamatan sesama manusia. Saya tidak menginginkan harta benda, kesenangan dan kehormatan duniawi. Yang saya inginkan hanyalah harta karunia-Mu, yakni semangat gembira dalam mengabdi Dikau, serta merasa sebagai satu kehormatan, bila saya menganggap rendah terhadap diriku, dan bila saya dipandang rendah oleh dunia.
Tuhan yang mahakuasa dan kekal, sungguhpun saya tidak layak, namun saya menaruh kepercayaan penuh pada-Mu. Dan di dorong oleh semata-mata oleh kerinduan untuk mengabdi Dikau, maka pada hari ini saya memberanikan diri untuk mengucapkan kaul-kaulku kepada-Mu, dengan disaksikan oleh Bunda Maria, Perawan tersuci, serta seluruh isi surga, terutama para orang kudus pelindung serikat kami, dan dengan disaksikan oleh Bapa mulia Superior Jenderal: Maka dengan ini saya, Frater atau Bruder....... mengikrarkan kepada-Mu ya Allah Tritunggal, kemiskinan, kemurnian, ketaatan, untuk satu tahun atau untuk kekal dalam Serikat Sabda Allah menurut konstitusi-konstitusi Serikat ini.[56]
Ya Tuhan, semoga Engkau berkenan menerima korban ini, yang saya persembahkan demi cinta sebagai anak terhadap-Mu dalam persatuan dengan cinta abadi Roh Kudus, dalam persatuan dengan segala korban Hati Yesus, hati tak bernoda Santa Maria, Santo Yosef dan semua orang kudus. Bersihkanlah saya dari segala dosaku dan sudilah menyempurnakan korbanku ini. Semoga didorong oleh cinta terhadap-Mu, saya sanggup menanggung segala beban yang berhubungan dengan korban ini. Sudilah menggunakan seluruh kesanggupanku, sekarang dan seterusnya. Tuhan Allah Roh Kudus, Engkaulah yang memberi segala anugerah, yang diturunkan demi jasa dan pahala Sabda Allah yang telah menjadi manusia. Saya mohon dengan rendah hati kepada-Mu, semoga Engkau menguatkan hati saya yang lemah. Jadiklanlah saya seorang yang rendah hati dan patuh di antara para anggota Serikat ini, yang tidak mengenal tujuan yang lain daripada memuliakan Dikau dan Sabda Ilahi, serta karya penyebaran Injil. Dengan kaul-kaulku ini, dengan segala doa, pekerjaan dan jerih lelahku, saya ingin membantu melaksanakan segala usaha dan kepentingan Serikat ini. Dan supaya saya sanggup menepati segala janjiku ini, maka saya mohon bantuan dari semua malaikat dan orang kudus Allah, teristimewa para pelindung Serikat ini, yang telah menyaksikan ikrar kaul-kaulku ini. Amin.”

Setelah selesai pembacaan dokumen kaul, para frater dan bruder naik ke altar sambil membawa dokumen kaul dan lilin yang sedang bernyala, kemudian menandatangani dokumen tersebut dan menyerahkannya kepada pemimpin upacara atau Pater Provinsial. Setelah selesai menandatangani dokumen tersebut, mereka menyerahkan lilin yang sedang bernyala di tangan mereka di sekitar patung Bunda Maria. Sementara lilin di pasang di sekitar patung Bunda Maria, anggota koor menyanyikan lagu “Magnificat” atau lagu lain yang berhubungan dengan Maria.
Setelah selesai penyerahan lilin di sekitar patung Bunda Maria, acara selanjutnya adalah penyerahan buku konstitusi SVD kepada mereka yang berkaul untuk pertama kalinya sebagai pedoman seluruh hidup mereka. Pada saat itu pemimpin upacara mengatakan: “saudara terkasih, terimalah buku “Konstitusi Serikat Sabda Allah” yang mulai sekarang menjadi pedoman seluruh hidupmu. Jika saudara menyambutnya dengan hati yang tulus ikhlas dan menjalankannya dengan setia, niscaya saudara akan memandang wajah Allah Tritunggal di dalam kemuliaan-Nya. Kemudian yang berkaul menjawab “Amin.”[57] Bagi para frater dan bruder yang membaharui kaul, hal ini tidak berlaku.

3.1.4.5. Doa Umat

Acara selanjutnya adalah doa umat. Dalam Serikat Sabda Allah, doa umat dibawakan oleh salah seorang dari para frater dan bruder yang berkaul. Doa umat ini selain dimaksudkan bagi para frater dan bruder yang telah mengikrarkan kaul-kaul, juga diperuntukkan bagi keluarga yang berkaul, bagi Serikat Sabda Allah dan bagi Gereja.

3.2. Kekhasan Serikat Sabda Allah Yang Tetap Dipertahankan Dalam Upacara Pengikraran Kaul Kekal

Setelah menguraikan bagaimana struktur upacara pengkiraran kaul-kaul dalam Serikat Sabda Allah, kini kami melihat beberapa kekhasan yang masih dipertahankan dalam Serikat Sabda Allah sebagai salah satu warisan atau kekhasan serikat. Beberapa kekhasan tersebut adalah, sebagai berikut:

v Lilin bernyala. Pada saat perarakan menuju Gereja, para frater dan bruder yang akan berkaul untuk kekal maupun untuk pertama kalinya membawa lilin masing-masing dalam keadaan bernyala. Selain pada waktu perarakan, lilin ini juga dibawa ketika mengikrarkan kaul (membaca dokumen kaul-kaul), kemudian lilin tersebut diletakkan di sekitar patung Bunda Maria sebagai tanda persembahan diri.
v Penyerahan buku Konstitusi Serikat Sabda Allah kepada para frater dan bruder yang berkaul untuk pertama kalinya.
v Lagu-lagu kaul: lagu-lagu yang dipertahankan dalam pengikraran kaul-kaul dalam Serikat Sabda Allah adalah lagu “Ave Maris Stella” yang dinyanyikan pada waktu perarakan menuju Gereja, lagu “Veni Creator Spiritus” yang dinyanyikan pada waktu permohonan kaul, dan lagu “Kupersembahkan Kaulku” yang dinyanyikan sebelum pembacaan dokumen kaul yang ada di tangan mereka masing-masing.
v Sikap badan, artinya ketika para frater dan bruder membacakan dokumen kaul, mereka berlutut di depan altar dengan membawa lilin yang bernyala di tangan mereka masing-masing.
v Bacaan. Dalam Serikat Sabda Allah, bacaan-bacaan yang diambil pada waktu pengikraran kaul kekal dan kaul untuk pertama kalinya disesuaikan dengan “motto” dari mereka yang berkaul kekal. Hal ini berlaku untuk bacaan pertama dan bacaan Injil.
v Doa Umat. Dalam Serikat Sabda Allah, doa umat biasanya didoakan setelah para frater dan bruder mengikrarkan kaul-kaul lewat pembacaan naskah kaul. Hal ini berbeda dengan kongregasi lain di mana doa umat didoakan sebelum atau bersamaan dengan persembahan.

3.3. Struktur Upacara Pengikraran Kaul Kekal Dalam Kongregasi Hermanas Carmelitas

Setelah melihat bagaimana sturktur upacara pengikraran kaul-kaul dalam Serikat Sabda Allah, pada bagian ini kami akan melihat bagaimana struktur upacara pengikraran kaul-kaul dan pembaharuan kaul dalam kongregasi Hermanas Carmelitas. Adapun struktur upacara pengikraran kaul-kaul dalam Kongregasi Hermanas Carmelitas adalah sebagai berikut:
I. Persiapan
II. Pembukaan
III. Liturgi Sabda
IV. Upacara Pengikraran Kaul-kaul
· Penyelidikan Awal
· Homili
· Dialog antara Selebran dan para calon Suster yang akan berkaul
· Doa Litani orang Kudus
· Pengikraran Kaul-kaul
· Penyerahan Cincin
· Tanda Penggabungan diri dalam Kongregasi seumur hidup
V. Liturgi Ekaristi
VI. Penutup

Untuk melihat bagaimana upacara pengikraran kaul-kaul dalam kongregasi Hermanas Carmelitas, kami akan menguraikannya berikut ini.[58]

3.3.1. Persiapan

Salah satu tahap awal sebelum memasuki Gereja dalam upacara pengikraran kaul-kaul Hermanas Carmelitas adalah tahap “persiapan.” Tahap persiapan ini diawali di sakristi. Tetapi, apabila sakristi tidak memungkinkan karena ruangannya kecil, maka persiapan ini bisa diadakan di salah satu ruangan yang tidak terlalu jauh dari Gereja. Di tempat ini, para suster yang akan berkaul bersama dengan para imam selebran dan para petugas serta orangtua para suster yang akan berkaul, berkumpul bersama untuk mempersiapkan diri menuju altar. Setelah semua berkumpul di sakristi, imam memberikan aba-aba sebagai tanda dimulainya perarakan menuju Gereja. Pada saat itu, Imam yang bertugas (pemimpin upacara) didampingi oleh dua orang konselebran dan dibantu oleh empat orang misdinar. Adapun urutan perarakan dalam upacara pengikraran kaul kekal dalam Hermanas Carmelitas adalah: para misdinar, para suster yang akan berkaul, orangtua para suster yang akan berkaul, suster pemimpin dan pemimpin upacara.

3.3.2. Pembukaan

Setelah prosesi perarakan menuju altar, anggota koor menyanyikan lagu pembukaan sebagai tanda bahwa upacara pengikraran kaul-kaul dalam perayaan ekaristi segera dimulai. Setelah itu, pemimpin upacara, para imam selebran dan misdinar, para suster yang akan berkaul beserta orangtua, suster pemimpin tertinggi atau yang mewakili dan suster pembimbing yunior, berarak masuk sesuai dengan urutan yang telah dipersiapkan di sakristi. Setelah sampai di depan altar, mereka bersama-sama berlutut dan kemudian menundukkan kepala. Pada saat itu, pemimpin upacara (Imam selebran dan konselebran) segera menuju altar sementara para suster yang akan berkaul kekal, suster pembimbing dan suster pemimpin tertinggi dan orang tua menuju tempat yang telah disediakan. Tempat ini biasanya terletak paling depan di dalam Kapel/Gereja. Setelah prosesi ini, upacara dilanjutkan dengan salam pembuka dari pemimpin upacara, pernyataan tobat, lagu Tuhan kasihanilah kami, kemuliaan dan doa pembuka yang dipimpin oleh pemimpin upacara.

3.3.3. Liturgi Sabda

Upacara selanjutnya adalah upacara liturgi sabda. Liturgi sabda biasanya terdiri dari dua bacaan yaitu bacaan pertama dan bacaan Injil. Tema dan teks bacaan dipilih dan ditentukan sendiri oleh para suster yang akan berkaul sesuai dengan “motto” kaul-kaul mereka. Kongregasi sengaja tidak menyiapkan suatu bacaan yang wajib supaya misteri pengikraran kaul yang merupakan pengikraran janji personal kepada Tuhan dapat lebih khidmat dan dihayati oleh para suster yang akan berkaul. Petugas lektor dalam ibadat sabda ini adalah mereka yang akan berkaul. Sedangkan pemazmur, bisa diambil dari peserta koor atau salah satu dari para suster yang akan berkaul atau salah satu dari umat yang ditunjuk untuk itu.

3.3.4. Upacara Pengikraran Kaul Kekal

Setelah upacara liturgi sabda, upacara selanjutnya adalah upacara pengikraran kaul kekal.[59] Upacara ini diawali dengan penyelidikan awal terhadap para suster yang akan berkaul kekal. Berbeda dengan kongregasi lainnya, upacara penyelidikan awal dalam kongregasi Hermanas Carmelitas ditempatkan sebelum homili. Penyelidikan awal ini diawali dengan pemanggilan nama-nama para suster yang akan berkaul kekal oleh pembimbing Yunior atau yang mewakili. Pada saat pemanggilan itu, masing-masing suster yang akan berkaul kekal menjawab “saya hadir, Tuhan, karena Kau panggil.” Setelah pemimpin yunior bertanya dan calon yang berkaul kekal menjawab, kemudian selebran (pemimpin upacara) berdialog kepada yang akan berkaul kekal. Dialog tersebut terwujud dalam bentuk pertanyaan, misalnya: suster (suster-suster), apakah yang anda (kalian) minta dari Allah dan dari Gerejanya? Pertanyaan ini dijawab oleh para suster yang akan berkaul kekal demikian: “Hal mengikuti Sang Mempelai, Kristus Tuhan, dan kesetiaan sampai mati dalam kongregasi para Saudari Perawan Maria dari Gunung Karmel”. Umat yang hadir meneguhkan dialog ini dengan menjawab “Syukur kepada Allah” Setelah selesai dialog singkat ini, pemimpin upacara melanjutkannya dengan homili.

3.3.4.1. Dialog antara Selebran dan para Suster Yang akan Berkaul Kekal

Setelah homili, para Suster yang akan berkaul kekal maju dan berdiri menghadap altar. Pada saa itu, Selebran (pemimpin upacara) kembali bertanya kepada para suster yang akan berkaul kekal perihal kesanggupan mereka untuk menyerahkan diri kepada Tuhan. Hal ini mempunyai arti yang sangat mendalam bagi mereka (yang berkaul kekal) karena penyerahan diri kepada Tuhan harus dilakukan dengan kerelaan dan kesadaran penuh demi cinta yang besar kepada Tuhan. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan ini juga mau mempertegas kerelaan dan persetujuan itu di hadapan seluruh umat yang hadir, karena mereka semua adalah saksi serah setia ini.

Bentuk dialog yang dimaksud antara selebran dan para suster yang akan berkaul kekal adalah sebagai berikut: Selebran (pemimpin upacara): “Suster-suster yang terkasih, berkat sakramen permandian, Anda (kalian) telah mati terhadap dosa dan dikuduskan bagi Tuhan. Maukah Anda (kalian) mempersembahkan diri lebih mesra lagi dalam kaul kekal? Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh para suster yang akan berkaul dengan mengatakan: “saya mau.” Setelah itu, Selebran (pemimpin upacara) melanjutkan pertanyaan dengan mengatakan: “Maukah Anda (kalian), dengan bantuan rahmat Allah, menghayati hidup dengan sempurna, hidup taat dan miskin, menurut teladan Yesus Kristus dan Bunda-Nya Perawan Maria? Kemudian yang berkaul menjawab: “saya mau.” Setelah pertanyaan ini dijawab oleh para suster yang akan berkaul kekal, Selebran (pemimpin upacara) kemudian bertanya lagi kepada para suster yang akan berkaul kekal: “Maukah Anda (kalian) berusaha dengan teguh dan tekun mencapai cinta kasih kepada Tuhan dan sesama, dengan cara menghayati Injil dengan setia, dan hidup menurut Regula dan Konstitusi kongregasi Para Saudari Perawan Maria dari gunung Karmel? Yang berkaul menjawab: “saya mau.” Kemudian selebran (pemimpin upacara) bertanya sekali lagi kepada para suster yang akan berkaul kekal: “Maukah Anda (kalian) dengan bantuan Roh Kudus, membaktikan seluruh hidup bagi pelayanan sesama? Lalu, yang akan berkaul kekal menjawab: “saya mau” Setelah itu, Selebran (pemimpin upacara) meneguhkan para suster yang akan berkaul kekal dengan mengatakan: “Allah yang memulai perbuatan baik dalam diri Anda (kalian). Ia sendiri yang akan menyelesaikannya, sampai pada hari kedatangan Yesus Kristus.

3.3.4.2. Doa Litani

Setelah selesai dialog antara Selebran (pemimpin upacara) dan para suster yang akan berkaul kekal, selebran mengajak seluruh umat untuk berdoa kepada Allah Bapa pemberi segala kebaikan, agar Ia meneguhkan niat suci yang telah ditimbulkannya dalam diri para puteri-Nya. Para suster yang akan berkaul kekal berlutut di depan altar sementara seluruh umat berlutut di tempat masing-masing. Pada saat itu, anggota koor menyanyikan doa Litani secara bersahut-sahutan antara koor/solis dan umat.

3.3.4.3. Pengikraran Kaul Kekal

Setelah selesai doa litani orang kudus, Suster pemimpin umum duduk di kursi yang telah disediakan di depan altar. Pengikaran kaul ini dilaksanakan di depan altar supaya seluruh umat yang hadir dapat menyaksikan dengan jelas pengikraran kaul-kaul tersebut dan mendoakannya. Upacaranya adalah demikian: Para suster yang akan berkaul kekal satu persatu maju ke depan dan berlutut di depan suster pemimpin umum dan mengirarkan kaul kekalnya dengan membacakan teks kaul yang sudah disediakan. Adapun urutan pengikraran kaul dalam Hermanas Carmelitas adalah diawali dari para suster yang tertua dan seterusnya.

Adapun rumusan kaul-kaul dalam kongregasi Hermanas Carmelitas adalah sebagai berikut:
“Tanggal….bulan…tahun…, Saya Suster…. menanggapi panggilan Allah yang mendorong saya untuk hidup mengikuti Yesus Kristus dan meneladan Perawan Maria serta Nabi Elia, saya mengikrarkan kaulku di depan para saudara yang hadir di sini dan saya menjanjikan kemurnian, kemiskinan dan ketaatan kepada Allah yang maha kuasa dan dalam tangan anda, Suster…Pemimpin Umum (atau Suster … yang mewakili pemimpin umum) seturut regula Karmel dan Konstitusi para saudari Perawan Maria dari Gunung Karmel sampai mati. Dengan kaulku ini, saya mempersembahkan diriku secara lebih mesra kepada Kristus, yang mentakdiskan saya sebagai mempelai-Nya dalam keluarga Karmel ini, dan mengikutsertakan saya dalam karya penebusan-Nya, dengan mengikatkan diriku untuk bekerja demi penyebarluasan Kerajaan-Nya.”

Usai pembacaan dokumen atau rumusan kaul-kaul di atas, Suster pemimpin umum mengatakan kepada para suster yang berkaul: “Persembahkanlah kepada Allah suatu kurban pujian dan laksanakanlah kepada Allah yang mahatinggi.” Kemudian yang berkaul kekal menjawab: “Saya akan melaksanakan kaul-kaulku kepada Tuhan, di hadapan seluruh umat, di dalam rumah Tuhan.” Setelah itu, para suster yang telah berkaul meletakkan teks kaul-kaul mereka di atas altar untuk dipersatukan dengan kurban Kristus dalam perayaan Ekaristi. Suster yang sudah mengikrarkan kaul kekalnya kembali ke depan altar. Sesudah itu anggota koor menyanyikan sebuah lagu yang bertemakan penyerahan diri dan sukacita.

Upacara pengikraran kaul kekal ini kemudian ditutup dengan berkat meriah dari pemimpin upacara yang dikhususkan kepada para suster yang baru saja berkaul kekal. Sambil merentangkan tangan atas mereka yang berkaul kekal, pemimpin upacara mengucapkan doa meriah berikut: “Sungguh layak dan sepantasnya, ya Allah, kami menyanyikan puji-pujian-Mu, karena Engkaulah yang menumbuhkan niat-niat baik dan yang akan membawanya pula sampai pada kesudahannya. Dengan perantaraan Putera-Mu dan dalam Roh Kudus, Engkau menciptakan manusia, dan Engkau sedemikian mencintainya sehingga Engkau mengasihinya bagaikan seorang mempelai, menjadikannya serupa dengan-Mu dan mengikutsertakannya dalam hidup abadi-Mu. Ketika karena godaan setan, manusia tidak setia, dan dengan demikian memutusan ikatan perjanjiannya dengan-Mu. Engkau tidak mengucilkannya melainkan karena cinta-Mu yang abadi, Engkau membaharui ikatan perjanjian dalam Nuh, hamba-Mu. Ketika sampai pada waktunya, Engkau memunculkan seorang perawan dari tanggul Isai, dan Engkau mencurahkan Roh Kudus atasnya untuk menaunginya, sehingga dalam rahimnya yang murni lahirlah sang penyelamat dunia. Dia telah menjadi miskin, mengenakan rupa hamba dan taat, sehingga menjadi penyebab dan contoh kekudusan kami. Dia jugalah yang mendirikan Gereja mempelai-Nya. Dan karena sedemikian mencintainya, Dia telah menyerahkan diri baginya dan menguduskannya dengan darah-Nya. Ya Allah, dalam penyelenggaraan-Mu, Engkau telah memanggil begitu banyak puteri untuk mengikuti jejak Kristus, Putera-Mu, dan menjadikan mereka layak menjadi mempelai-Nya. Maka, kami mohon, ya Bapa, curahkanlah api Roh Kudus-Mu atas puteri-Mu ini, agar tetaplah membara api niat suci yang telah Engkau nyalakan dalam hati mereka. Ya Allah, semoga anugerah pembaptisan dan teladan hidup suci terpancar dalam diri mereka, semoga berkat kekuatan ikatan kaul-kaul religius, mereka makin bersatu dengan-Mu dalam kehangatan cinta. Semoga mereka selalu setia kepada Kristus, mempelai tunggal, semoga mereka mencintai Bunda Gereja dan melayani semua orang dengan cinta kasih Ilahi serta menjadi tanda harta surgawi dan saksi-saksi pengharapan yang membahagiakan. Ya Allah, Bapa yang kudus, tuntunlah langkah-langkah puteri-Mu ini, dan lindungilah mereka dalam perjalanan mereka agar bila tiba pengadilan Sang Raja Agung, mereka tidak merasa takut mendengar suara hakim, melainkan bersukacita karena mengenali suara Sang mempelai yang mengundang mereka ke perjamuan Paskah nikah abadi. Demi Yesus Kristus Tuhan kami.”

3.3.4.4. Penyerahan Cincin

Cincin adalah barang yang berfungsi sebagai aksesoris. Tetapi lebih dari itu, cincin mempunyai makna yang sangat mendalam yang biasanya dipakai sebagia simbol antara dua pribadi yang mengadakan ikatan. Cincin biasanya dipakai untuk pertunangan maupun pernikahan. Makna ini juga berlaku bagi para biarawati. Cincin yang diterima oleh para suster yang berkaul kekal ini adalah sebagai tanda bahwa mereka telah menjadi mempelai Kristus untuk selamanya. Cincin diserahkan oleh pemimpin upacara (imam) yang adalah wakil Kristus di dunia sambil berkata: “terimalah cincin sebagai mempelai Raja Abadi. Tetaplah setia tanpa cela kepada mempelai anda agar anda pantas diterima dalam sukacita perjamuan nikah abadi.” Setelah itu, anggota koor menyanyikan sebuah lagu yang sesuai. Tetapi, lagu ini bersifat fakultatif.

3.3.4.5. Penggabungan Diri Secara Penuh Dalam Tarekat

Setelah upacara penerimaan cincin kepada para suster yang berkaul kekal sebagai lambang ikatan diri, upacara selanjutnya adalah upacara pengabungan diri secara penuh dalam tarekat. Artinya, para suster yang baru berkaul kekal secara definitif dan penuh menjadi anggota tarekat. Tanda penggabungan diri dalam tarekat di dalam Hermanas Carmelitas ditandai dengan penerimaan dari Suster Pemimpin Umum atau yang mewakili yang berkata: “dengan kekuasaan yang diserahkan kepadaku dan yang saya jalankan, saya menerima kalian dalam Kongregasi Para Saudari Perawan Maria dari gunung Karmel, dan mengikutsertakan kalian dalam segala hal ikhwal kehidupan tarekat.”

Setelah diterima secara definitif dalam kongregasi Santa para perawan Maria dari gungun Karmel, para selebran dan para suster memberikan ucapan selamat kepada para suter yang berkaul kekal dengan bersalaman atau dengan cara lain sesuai dengan kebiasaan setempat untuk memberikan selamat. Kemudian imam kembali ke altar dan suster pemimpin umum dan suster yang berkaul kekal kembali ke tampat duduk semula. Acara kemudian dilanjutkan dengan perayaan ekaristi.

3.4. Kekhasan Kongregasi Hermanas Carmelitas Yang Tetap Dipertahankan

Setelah melihat struktur upacara pengikraran kaul-kaul dalam kongregasi Hermanas Carmelitas, pada bagian ini, kami akan melihat beberapa unsur yang menjadi ciri khas dari kongregasi ini yang tetap dipertahankan sebagai kekhasan kongregasi. Beberapa kekhasan yang kami maksudkan di sini adalah sebagai berikut:
v Pemberian kerudung, Regula Karmel, buku konstitusi dan salib kepada para suster yang berkaul pertama dan cincin kepada yang berkaul kekal sebagai lambang mempelai Kristus
v Pemilihan bacaan-bacaan liturgi pada saat kaul kekal diserahkan kepada para suster yang berkaul kekal atau disesuaikan dengan “motto” para suster yang berkaul kekal pada saat itu.
v Ucapan selamat sesudah pengikraran kaul merupakan ungkapan penghayatan persaudaraan dalam Karmel. Maka, meskipun dalam suasana upacara liturgi, bagian ini dibuat santai dan meriah serta diringi dengan lagu bertemakan persaudaraan misalnya “lihatlah betapa baiknya dan indahnya, tinggal bersama sebagai saudara.”

3.5. Struktur Upacara Pengiraran Kaul Kekal dalam Kongregasi Passionis

Setelah melihat bagaimana struktur upacara pengikraran kaul-kaul dan pembaharuan kaul dalam Serikat Sabda Allah dan Hermanas Carmelitas, pada bagian ini kami akan membahas bagaimana struktur upacara pengikraran kaul-kaul dan pembaharuan kaul dalam Kongregasi Passionis.[60] Adapun struktur upacara pengikraran kaul-kaul dalam Kongregasi Passionis adalah sebagai berikut:
I. Persiapan
II. Pembukaan
III. Liturgi Sabda
IV. Upacara Pengikraran Kaul
· Permohonan Kaul
· Litani Orang Kudus
· Pengikraran Kaul-kaul
· Penyerahan Regula dan Patung Salib
· Berkat Meriah
· Doa umat
V. Liturgi Ekaristi
VI. Penutup

Pengikraran kaul-kaul dalam Kongragasi Passionis merupakan pengikraran kaul yang disesuaikan dengan Liturgi Roma, artinya pengikraran kaul-kaul tersebut dirayakan dalam perayaan Ekaristi. Untuk melihat lebih lanjut bagaimana upacara pengikraran kaul-kaul dalam Kongregasi Passionis, kami akan menguraikannya berikut ini.[61]

3.5.1. Persiapan

Dalam Kongregasi Passionis, upacara pengikraran kaul-kaul, baik untuk pertama kali maupun untuk kekal diawali dengan tahap persiapan. Persiapan ini diawali dari sakristi di mana para frater dan bruder yang akan mengikrarkan kaul-kaul serta para selebran dan misdinar berkumpul bersama untuk mempersiapkan diri menuju altar. Setelah semua berkumpul di sakristi, para frater dan bruder, misdinar dan para selebran menuju altar. Mereka masuk melalui pintu depan Gereja. Sementara menuju altar, anggota koor menyanyikan lagu pembukaan sekaligus sebagai tanda dimulainya upacara pengikraran kaul-kaul dalam perayaan Ekaristi.

3.5.2. Liturgi Sabda

Dalam Kongregasi Passionis khususnya di Seminari Tinggi Mater Sanctae Spei, upacara pengikraran kaul pertama dan kaul kekal digabung menjadi satu. Sedangkan upacara pembaharuan kaul dibuat secara terpisah. Berkaitan dengan bacaan-bacaan liturgi dalam upacara pengikraran kaul kekal dan kaul pertama dalam Kongregasi Passsionis, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama: bacaan-bacaan liturgi tidak disesuaikan dengan “motto” para frater dan bruder yang berkaul untuk kekal. Kedua: jika pengikraran kaul-kaul jatuh pada hari Minggu, maka bacaan-bacaan liturgi pada saat pengikraran kaul disesuaikan dengan penanggalan liturgi pada saat itu. Sebaliknya, jika pengikraran kaul jatuh pada hari biasa, maka bacaan-bacaan liturgi disesuaikan dengan kekhasan Kongregasi Passionis, artinya bacaannya tidak disesuaikan dengan bacaan liturgi harian dalam misa sebagaimana terdapat dalam penanggalan liturgi. Bacaan-bacaan yang dimaksud di sini adalah: bacaan pertama: 1 Kor 1:18-25, bacaan kedua: Flp 3:8-14, dan bacaan Injil diambil Injil Yohanes (Yoh 19:14-37). Bacaan-bacaan ini merupakan kekhasan Kongregasi Passionis, karena bacaan ini dipakai setiap upacara pengikraran kaul untuk kekal maupun untuk pertama, kecuali jika upacara pengikraran kaul-kaul itu jatuh pada hari Minggu.

3.5.3. Upacara Pengikraran Kaul Kekal
3.5.3.1. Permohonan Kaul Kekal

Upacara pengikraran kaul-kaul pertama maupun kaul kekal dalam Kongregasi Passionis diawali dengan permohonan kaul. Dalam permohonan kaul itu, seorang imam yang ditugaskan untuk mendampingi para frater dan bruder yang akan berkaul, memanggil nama-nama mereka lalu mereka menjawab “saya hadir.” Setelah semua dipanggil, kemudian dimulai dialog antara pemimpin upacara dan calon yang berkaul kekal maupun yang berkaul pertama. Dialog yang dimaksud di sini adalah demikian: Pemimpin upacara: Frater yang tercinta, minta apa kepada Tuhan dan Gereja suci? Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh frater atau bruder yang akan berkaul: “saya minta kurnia kesetiaan dalam mengabdi kepada Allah dan keluarga Passionis sampai mati.” Setelah itu, umat menjawab Syukur kepada Allah. Setelah itu, dialog dilanjutkan dengan pertanyaan dari pemimpin upacara, yaitu: saudara terkasih, saudara telah mati bagi dosa dan hidup bagi Allah karena permandian. Maukah saudara-saudara menyerahkan diri secara lebih erat kepada Tuhan dengan profesi kekal dan sementara? Kemudian yang akan berkaul menjawab: “ya, saya mau.” Kemudian, pemimpin upacara melanjutkan pertanyaan berikut: Dengan pertolongan rahmat Allah, maukah saudara menjalankan hidup dalam kemurnian, ketaatan, dan kemiskinan untuk selamanya, sebagaimana dijalankan Kristus sendiri? Setelah itu, yang akan berkaul kekal menjawab: “ya, saya mau.” Selanjutnya, pemimpin upacara melanjutkan pertanyaan: Maukah saudara-saudara berusaha sungguh-sungguh mencapai kesempurnaan cinta kasih kepada Allah dan kepada sesama dengan mengikuti Injil dan regula Passionis dengan murah hati? Yang akan berkaul menjawab: “ya, saya mau.” Setelah itu, pemimpin upacara berkata: Allah yang memulai pekerjaan baik dalam dirimu akan menyelesaikannya sampai pada hari Tuhan Yesus Kristus.

3.5.3.2. Litani Orang Kudus

Setelah upacara permohonan kaul, acara selanjutnya adalah doa litani orang kudus. Pada saat itu, pemimpin upacara mengajak umat yang hadir untuk berdoa kepada para kudus bersama dengan para frater dan bruder yang akan berkaul kekal maupun yang berkaul untuk pertama kalinya. Pada saat doa litani orang kudus, semua para frater dan bruder yang berkaul “tiarap” di depan altar. Tiarap ini merupakan satu bentuk kerendahan hati selaligus sebagai lambang persembahan diri dan ketaatan kepada Allah.

Setelah selesai doa litani orang kudus, pemimpin upacara mengucapkan doa berikut: “Tuhan, terimalah doa umat-Mu dengan rahmat surgawi. Nyalakanlah hati mereka yang membaktikan diri kepada-Mu dengan api Roh Kudus, hapuskanlah segala noda dosa dan kobarkanlah semangat cinta kasih. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami.”

3.5.3.3. Pengikraran Kaul Kekal

Setelah selesai doa litani orang kudus, pemimpin upacara berdiri lalu berjalan menuju tempat duduk yang telah disediakan. Kemudian, para frater dan bruder yang akan berkaul kekal maupun yang berkaul pertama, berlutut di depan pemimpin upacara dan meletakkan tangannya di atas tangan pemimpin upacara. Di samping pemimpin upacara ada dua orang saksi yang mendampingi frater dan bruder yang akan berkaul dengan memegang naskah pengikraran kaul-kaul. Adapun rumusan kaul dalam Kongregasi Passionis adalah:

Saya, (Frater atau Bruder)............., demi kemuliaan Allah menyatakan hasrat yang teguh untuk menyatukan diri secara lebih intim kepada Tuhan dan mengikuti Kristus tersalib secara lebih akrab seumur hidup. Di hadapan rekan-rekan sekongregasi yang hadir di sini dalam tangan Romo:........, saya mengikrarkan “Kaul kekal” atau “untuk satu tahun,” kaul kebaktian akan sengsara Tuhan, untuk dihayati dengan sungguh-sungguh serta mewartakan kenangan-Nya melalui sabda dan karya, dan mengikrarkaan kaul kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan menurut regula dan Konstitusi Kongregasi Sengsara Tuhan Yesus Kristus. Saya menyerahkan diri dengan sepenuh hati kepada keluarga religius ini, supaya dengan rahmat Roh Kudus, dengan bantuan Santa Perawan Maria yang berdukacita dan dengan Perantaraan Santo Paulus dari Salib, dapat memperoleh cinta kasih yang sempurna dalam pengabdian kepada Allah dan Gereja.[62]

Setelah selesai membacakan dokumen kaul-kaul, pemimpin upacara kemudian berkata: “Dengan kuasa yang saya terima atas nama Gereja, saya menerima kaul yang saudara ikrarkan dalam Kongregasi Passionis. Saya menyerahkan kepada Allah agar persembahan saudara yang disatukan dengan korban Ekaristi, menjadikan saudara suatu persembahan kekal bagi Allah.”

3.5.3.4. Penyerahan Regula dan Patung Salib

Acara selanjutnya adalah penyerahan buku regula (konstitusi) dan patung salib kepada para frater dan bruder yang telah mengikrarkan kaul-kaul mereka. Namun, sebelum penyerahan buku regula (konstitusi) dan patung salib kepada para frater dan bruder yang telah berkaul, pemimpin upacara terlebih dahulu meletakkan salib dan memasang mahkota duri di pundak dan di kepala para frater dan bruder yang telah mengikrarkan kaul. Pada saat meletakkan salib di pundak para frater dan bruder, pemimpin upacara mengatakan: “saudara tercinta, terimalah salib Tuhan kita Yesus Kristus, hendaklah saudara merendahkan diri supaya mendapat bagian bersama Kristus dalam kehidupan kekal. Sebaliknya, pada saat memasang mahkota duri di kepala para frater dan bruder, pemimpin upacara mengatakan: “saudara tercinta, terimalah mahkota duri Yesus Kristus, rendahkanlah dirimu di bawah tangan kuasa Allah dan tunduklah kepada sesama demi Allah.”[63]

Setelah penyerahan salib dan mahkota duri, para frater dan bruder berarak di dalam Gereja dengan disertai lagu perarakan oleh anggota koor. Setelah selesai perarakan, pemimpin upacara naik ke altar, lalu para frater dan bruder maju ke depan altar. Pada saat itu, pemimpin upacara menyerahkan buku regula (konstitusi) dan patung salib kepada mereka yang berkaul kekal maupun yang berkaul pertama. Dalam Kongregasi Passionis, setiap penyerahan regula, seperti salib dan buku konstitusi mempunyai rumusan tersendiri. Misalnya, pada saat penyerahan buku regula (konstitusi), pemimpin upacara mengatakan: “Saudara tercinta, terimalah Regula Konstitusi kita, dengan memenuhi Regula ini, saudara akan mencapai cinta kasih sempurna.” Kemudian, pada saat penyerahan patung salib, pemimpin upacara berkata: “Saudara terkasih, terimalah patung Kristus tersalib. Dengan sering memandangnya, saudara dapat menghayati sabda Salib, mewartakan dan memberi kesaksian kepada dunia agar dapat memperoleh buah kekal dari misteri Paskah.[64]

Setelah selesai penyerahan buku regula dan patung salib, pemimpin upacara mengucapkan berkat meriah berikut:
Allah sumber segala dan asal segala kesucian, Engkau mencintai manusia yang Kauciptakan sedemikian rupa sehingga dia menjadi setara dengan kodrat Ilahi. Dosa Adam dan kejahatan manusia tidak membatalkan rencana kebaikan-Mu. Sejak awal mula, Engkau memberi Abel sebagai contoh kejujuran, dan Engkau membangkitkan banyak orang dari antara bangsa terpilih yang terkenal karena iman dan kesucian, yang bersinar cemerlang di antara semua, ialah santa Perawan Maria yang melahirkan bagi dunia Yesus Kristus Tuhan kami. Kristus telah menjadi miskin untuk memperkaya kami, Ia mengambil rupa hamba untuk membebaskan kami. Ia menebus dunia dan menyucikan Gereja dengan Misteri Paskah dan memperoleh baginya Roh Kudus. Melalui Roh kudus itu, Engkau, ya Bapa memanggil banyak orang yang rela meninggalkan segala-galanya, mengikat diri dengan ikatan cinta kasih untuk mengabdi kepada-Mu dan sesama. Maka, Tuhan, pandanglah hamba-hamba-Mu ini yang Kau panggil dengan panggilan istimewa, berilah mereka Roh Kudus-Mu, agar apa yang mereka janjikan karena karunia-Mu mereka penuhi karena pertolongan-Mu. Tuhan, jadilah bagi mereka hadiah dan ganjaran. Sesudah memenuhi kehendak-Mu di dunia ini, mereka pantas mendengar perkataan-Mu yang memenuhi segala kerinduan ini. “Baik sekali hamba-Ku yang baik dan setia, engkau telah setia dalam perkara kecil, Aku akan mempercayakan perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” Inilah yang kami harapkan demi Kristus Tuhan kami Yesus Kristus.”

3.6. Kekhasan Kongregasi Passionis Yang Tetap Dipertahankan

Setelah menguraikan bagaimana struktur upacara pengikraran kaul-kaul dalam Kongregasi Passionis, kami melihat bahwa ada beberapa unsur yang dipertahankan dalam Kongregasi Passionis sebagai wariasan tarekat. Beberapa unsur tersebut adalah sebagai berikut:
v Memikul Salib. Setelah para frater dan bruder mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan, pemimpin upacara mengenakan salib dan mahkota duri di kepala dan di pundak mereka. Setelah itu, mereka mengadakan perarakan di dalam Gereja sambil memikul salib di pundak dan mahkota duri di kepala.
v Nama. Setiap frater dan bruder yang mengikrarkan kaul-kaul dalam Kongregasi Passionis, mengenakan nama Bunda Maria di belakang nama mereka. Misalnya: Maria Bunda Para Bangssa. Jadi, nama mereka menjadi “Aurelius dari Bunda Maria Berdukacita.”
v Penyerahan Regula, Salib dan Lencana. Setelah pengikraran kaul, setiap frater dan bruder baik yang berkaul kekal maupun untuk pertama kalinya, diberikan kepada mereka buku Regula, Salib dan Lencana (salib kecil) yang dikenakan pada jubah mereka.

3.7. Analisis Perbandingan Pengikraran Kaul-kaul Serikat Sabda Allah, Hermanas Carmelitas dan Congregasi Passionis dengan Ordo Professionis Religiosae dalam Terang Konstitusi Liturgi Artikel 80

Setelah melihat uraian mengenai struktur upacara pengikrara kaul kekal dalam Serikat Sabda Allah, Hermanas Carmelitas dan Kongregasi Passionis, maka pada bagian ini kami akan membandingkan apakah struktur upacara pengikraran kaul kekal dari ketiga kongregasi tersebut sudah sesuai dengan apa yang terdapat dalam Ordo Professionis Religiosae sebagaimana ditekankan dalam Konstitusi Liturgi artikel 80? Lalu, apakah pelaksanaan pengikraran kaul-kaul dalam setiap kongregasi religius tersebut, khususnya Serikat Sabda Allah, Hermanas Carmelitas dan Kongregsi Passionis sudah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Konstitusi Liturgi artikel 80?

Setelah membahas struktur upacara pengikraran kaul kekal dari ketiga kongregasi religius, yaitu: Serikat Sabda Allah, Hermanas Carmelitas dan Kongregasi Passionis, kami melihat bahwa secara keseluruhan struktur upacara ketiga kongregasi tersebut sudah sesuai dengan struktur upacara pengikraran kaul-kaul sebagaimana terdapat dalam Ordo Professionis Religiosae. Kesesuain yang kami maksudkan di sini adalah tampak dalam beberapa hal, misalnya: pemanggilan para calon, homili, penyeledikan para calon, doa litani orang kudus, pengikraran kaul, doa meriah, dan penyerahan simbol tertentu sesuai dengan kekhasan dari masing-masing kongregasi. Dengan kata lain, struktur upacara pengikraran kaul-kaul secara keseluruhan telah memenuhi kaidah-kaidah yang terdapat dalam Ordo Professionis Religiosae.

Namun, di samping adanya kesesuaian antara upacara pengikraran kaul-kaul dalam Ordo Professionis Religiosae dan ketiga kongregasi yang kamu bahas dalam karya tulis ini, kami juga bahwa ketiga kongregasi religius yang telah kami bahas di atas, belum sepenuhnya melaksanakan apa yang diharapkan oleh Konstitusi Liturgi artikel 80, khususnya struktur upacara pengikraran kaul-kaul yang terdapat dalam Ordo Professionis Religiosae. Hal ini dapat kita lihat dari upacara pengikraran kaul kekal ketiga kongregasi religius tersebut di atas.

3.7.1. Serikat Sabda Allah

Dalam kongregasi Serikat Sabda Allah, ada beberapa unsur yang kami lihat belum memenuhi kaidah-kaidah yang terdapat dalam Ordo Professionis Religiosae dalam melaksanakan upacara pengikraran kaul-kaul religius. Beberapa unsur tersebut adalah sebagai berikut:
· Pengikraran kaul Pertama dan Kaul Kekal. Dalam Serikat Sabda Allah, pelaksanaan upacara pengikraran kaul kekal dan kaul pertama digabung menjadi satu. Menurut kami, penggabungan upacara pengikraran kaul pertama dan kaul kekal dalam Serikat Sabda Allah tidak memenuhi apa yang diharapakan oleh Konstitusi Liturgi artikel 80, karena kedua upacara kaul ini memiliki dinamika liturgi yang berbeda. artinya, upacara liturgi kaul pertama dibuat secara sederhana atau tanpa kemeriahan karena penyerahan diri secara total (definitif) kepada Allah, sesungguhnya dilaksanakan pada saat kaul kekal.[65] Sebaliknya, upacara liturgi kaul kekal dibuat secara meriah karena kaul kekal merupakan tindakan yang bersifat definitif dari seorang religius untuk mengabdikan diri kepada Tuhan seumur hidup.[66] Oleh karena itu, menurut kami sudah saatnya upacara pengikraran kaul pertama dan kaul kekal dipisahkan atau tidak digabung menjadi satu agar sesuai apa yang diharapakan oleh Konstitusi Liturgi artikel 80 dalam buku Ordo Professionis religiosae.
· Doa Meriah. Dalam Ordo Professionis Religiosae, doa meriah bagi mereka yang baru mengikrarkan kaul-kaul ditempatkan setelah pengikraran kaul. Apa yang disampaikan dalam Ordo Professionis Religiosae berkaitan dengan doa meriah setelah pengikraran kaul-kaul, belum dilaksanakan dalam Serikat Sabda Allah, khususnya setelah para frater dan bruder yang berkaul mengikrarkan kaul kekal mereka.
· Pemanggilan Para Calon. Dalam Serikat Sabda Allah, pemanggilan para calon yang berkaul kekal diadakan setelah homili. Kami melihat bahwa unsur ini tidak memenuhi kriteria yang ada dalam Ordo Professionis Religiosae, di mana pemanggilan para calon diadakan sebelum homili.

3.7.2. Kongregasi Hermanas Carmelitas

Secara keseluruhan upacara pengikraran kaul kekal dalam kongregasi Hermanas Carmelitas telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Ordo Professionis Religiosae, misalnya: pemanggilan para calon sebelum homili, lalu setelah homili diadakan penyelidikan terhadap calon yang berkaul kekal.

3.7.3. Kongregasi Passionis

Setelah membahas struktur upacara pengikraran kaul kekal dalam kongregasi Passionis, kami melihat bahwa ada beberapa dari upacara pengikraran kaul kekal dalam kongregasi Passionis belum memenuhi kriteria pengikraran kaul kekal yang terdapat dalam Ordo Professionis Religiosae, antara lain:
· Pengikraran kaul Pertama dan Kaul Kekal. Upacara pengikraran kaul pertama dan kaul kekal dalam Kongregasi Passionis digabung menjadi satu. Menurut kami, penggabungan upacara pengikraran kaul pertama dan kaul kekal dalam kongregasi ini tidak memenuhi apa yang diharapakan oleh Konstitusi Liturgi artikel 80, karena kedua upacara kaul ini memiliki dinamika liturgi yang berbeda. artinya, upacara liturgi kaul pertama dibuat secara sederhana atau tanpa kemeriahan karena penyerahan diri secara total (definitif) kepada Allah, sesungguhnya dilaksanakan pada saat kaul kekal. Sebaliknya, upacara liturgi kaul kekal dibuat secara meriah karena kaul kekal merupakan tindakan yang bersifat definitif dari seorang religius untuk mengabdikan diri kepada Tuhan seumur hidup. Oleh karena itu, menurut kami sudah saatnya upacara pengikraran kaul pertama dan kaul kekal dipisahkan atau tidak digabung menjadi satu agar sesuai apa yang diharapakan dalam Ordo Professionis Relgiosae.
· Ucapan Selamat, artinya Ucapan selamat sesudah penerimaan ke dalam tarekat melalui kaul-kaul, tidak terdapat dalam kongregasi Passionis.

KESIMPULAN

Setelah membahas teks dan meneliti secara pustaka teks Konstitusi Liturgi artikel 80 secara menyeluruh, di mana kami mengawalinya dengan pemaparan teks Konstitusi Liturgi artikel 80 secara utuh, pembahasan gagasan-gagasan pokok yang ada di dalamnya serta perwujudannya dalam pembahasan struktur upacara pengikraran kaul-kaul dari ketiga tarekat religius yang kami bahas, antara lain: Serikat Sabda Allah, Kongregasi Hermanas Carmelitas dan Kongregasi Passionis, maka pada bagian akhir ini, kami memberikan beberapa kesimpulan secara menyeluruh untuk menunjukkan kembali bagaimana hubungan antar bab, hubungan objektif dari berbagai unsur, kemungkinan pembahasan lebih lanjut, konsekuensi praktis liturgis dan usul dan saran dari kami berkenaan dengan dokumen tersebut.

1. Hubungan Antar-Bab

Pembahasan kami mengenai “pengkikraran kaul-kaul religius” berdasarkan teks Konstitusi Liturgi artikel 80 terdiri dari tiga bab. Bab pertama kami awali dengan pemaparan teks secara utuh dalam bahasa Indonesia. Setelah memaparkan teks Konstitusi Liturgi artikel 80 secara keseluruhan, kami melihat bahwa teks ini mengandung berbagai kekayaan yang perlu dikaji dan dibahas pada pembahasan selanjutnya. Untuk mempermudah pemahaman akan teks tersebut, maka kami menguraikan teks Konstitusi Liturgi artikel 80 dalam bentuk kata-kata kunci dan gagasan-gagasan pokok, karena kami melihat bahwa dengan menampilkan kata-kata kunci, kami terbantu untuk menentukan arah pembahasan selanjutnya. Juga gagasan-gagasan pokok membantu kami untuk menentukan batasan pembahasan kami.

Pada Bab II kami menguraikan gagasan-gagasan pokok yang terkandung di dalam Konstitusi Liturgi artikel 80 berdasarkan metode penelitian secara pustaka. Di dalam pembahasan kami, kami menampilkan selain pembahasan makna dan tujuan dari upacara pengikraran kaul-kaul dalam setiap tarekat religius pria maupun wanita, kami juga menampilkan pendapat dari para ahli yang memberi perhatian besar pada upacara pengikraran kaul-kaul religius dengan bertitik tolak dari teks Konstitusi Liturgi artikel 80.

Pada bab III kami menyampaikan hasil penelitian perbandingan ritus-ritus upacara pengikraran kaul-kekal dalam tiga tarekat religius yaitu Serikat Sabda Allah, Kongregasi Pasionis dan para Suster Hermanas Carmelitas dengan dokumen Ordo Professionis Religisiosae dan juga hasil penelitian terhadap dokumentasi dalam bentuk CD sehubungan dengan pelaksanaan pengikraran kaul kekal ini di lapangan.

2. Hubungan-hubungan Objektif Berbagai Unsur Dari Setiap Bab
2.1. Selain itu Hendaknya Disusun Upacara Pengikraran Kaul Religius dan Pembaharuan Kaul-kaul, untuk Meningkatkan Keutuhan, Kesederhanaan dan Keluhuran Upacara.

Konstitusi Liturgi artikel 80 ini menganjurkan agar disusun suatu upacara untuk pengikraran kaul dalam hidup religius. Hal ini terjadi karena ritus yang ada sebelumnya adalah ritus pengucapan janji para Perawan yang memilih untuk memersembahkan hidupnya kepada Tuhan dan tidak menikah tetapi hal itu dijalani secara personal. Dalam perkembangan muncul kelompok hidup religius yang ingin membaktikan diri sepenuhnya sebagai perawan tetapi dalam suatu kelompok dan lebih terorganisir dengan berbagai peraturan hidup.

Karena ada banyak tarekat-tarekat religius, maka perlu ada keseragaman dalam tata upacara Pengikraran kaul-kaulnya sehingga nyata bahwa meskipun ada banyak tarekat-tarekat religius, pada dasarnya semuanya memunyai kesamaan dalam cita-cita yakni penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan. Pentingnya hal ini apa kami tunjukkan dalam bab II dengan mengutip pendapat para ahli liturgi seperti J.D. Crichton.[67] Beliau berpendapat bahwa oleh karena ada begitu banyak kongregasi modern yang memiliki variasi dalam profesi religius maupun dalam pembaharuan kaul-kaul, maka kini saatnya untuk memikirkan atau menciptakan suatu tata upacara pengikraran profesi religius maupun pembaharuan kaul-kaul yang secara umum berlaku untuk semua kongregasi ataupun tarekat religius. Dengan kata lain, dalam upacara pengikraran kaul-kaul maupun pembaharuan kaul-kaul religius, perlu ada suatu keseragaman struktur upacara di antara tarekat-tarekat religius baik religius pria maupun wanita.

2.2. Hubungan Antara Ordo Profesionis Religiosae Dengan Kekhasan Tarekat

Meskipun Konsili telah menyusun upacara pengikraran kaul-kaul religius, namun tidak berarti bahwa upacara dalam seluruh tarekat religius akhirnya harus sama. Ordo Professionis Religiosae hanya sebagai salah satu pedoman umum untuk diadaptasikan ke dalam masing-masing tarekat. Sehingga, masing-masing tarekat diberi wewenang untuk tetap mempertahankan kekhasannya dalam hidup menggereja. Gereja Katolik dalam Kitab Hukum Kanonik artikel 1191 mengatakan bahwa “pengikraran kaul merupakan salah satu ciri khas dari masing-masing tarekat/lembaga religius.” Hal ini disebabkan oleh karena kaul merupakan janji kepada Allah yang dibuat dengan tekad bulat dan bebas mengenai sesuatu yang mungkin dan lebih baik, harus dipenuhi demi keutamaan religi. Oleh karena itu masing-masing tarekat atau lembaga religius perlu mengadaptasikan apa yang menjadi ciri khas dari tarekat itu sebagaimana diungkapkan dalam Ordo Professionis Religiosae.[68] Gagasan ini semakin jelas dengan ditemukannya kekhasan-kekhasan dalam tiga tarekat religius yang telah kami bahas.

2.3. Upacara itu Hendaknya Dilaksanakan oleh Mereka yang Mengikrarkan atau Membaharui Kaul-kaul dalam Misa.

Kaitan erat antara ekaristi dan pengikraran kaul sudah ditekankan sejak awal oleh Konsili Vatikan II. Maka, dalam dokumen mengenai pengikraran kaul ini, dinyatakan agar pengikraran kaul dilaksanakan dalam misa. Kesatuan antara ekaristi dan pengikraran kaul ini dipertegas oleh ajaran Gereja seperti yang tertera dalam Konstitusi Liturgi artikel 47 yang mengatakan bahwa, “misteri perayaan Ekaristi sangat berarti untuk memurnikan motivasi dasar persembahan dan penyerahan diri kepada Allah. Bosco da Cunha O. Carm dalam bukunya “Arti Liturgi dalam Hidup Bakti” menegaskan, “ harus diakui bahwa Ekaristi memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia, di mana dalam perayaan Ekaristi manusia berjumpa dengan Allah sendiri yang hadir dalam rupa roti dan anggur. Perwujudan Allah dalam rupa roti dan anggur menghantar setiap manusia terutama kaum religius yang mengikrarkan kaul-kaul dipersatukan menjadi mempelai Kristus. Oleh karena itu, kaum religius sebagai mempelai Kristus harus menyerahkan diri secara total dan utuh selamanya kepada Allah dan sesama sesuai dengan semangat dan spiritualitas tarekat yang diikuti. Oleh karena itu, pengikraran kaul yang dipersatukan dengan korban Kristus dalam perayaan Ekaristi menjadi dasar semangat pengabdian para religius untuk berbakti dan menyerahkan diri secara total kepada Allah.”

Kesadaran akan makna kesatuan antara ekaristi dan pengikraran kaul ini rupanya juga dirasakan dan dialami oleh tarekat-tarekat religius. Dari tiga tarekat yang kami bahas dalam karya tulis ini, kami menemukan bahwa semuanya melaksanakan pengikraran kaul dalam ekaristi. Hubungan antara pengikraran kaul-kaul dan ekaristi mau menekankan bahwa pengikraran kaul-kaul yang dilaksanakan dalam perayaan ekaristi mengungkapkan suatu makna yang lebih dalam, yaitu “penyerahan diri secara total kepada Allah sebagaimana dilakukan oleh Kristus sendiri. Kristus adalah model sekaligus tujuan dari penyerahan diri kaum religius. Maka, pengikraran kaul dipersatukan dalam perayaan korban Kristus di altar kudus.

3. Kemungkinan Penelitian Lebih Lanjut

Pembahasan kami mengenai teks Konstitusi Liturgi artikel 80 ini terbatas pada pemahaman teks dan kontekstualisasinya dalam tiga tarekat religius, yaitu Serikat Sabda Allah, Kongregasi Passionis dan kongregasi Hermanas Carmelitas. Sebenarnya masih ada unsur lain yang kiranya sangat penting untuk diperdalam dalam pembahasan/penelitian selanjutnya. Dalam bagian ini kami menunjukkan beberapa poin yang kami lihat sebagai kemungkinan untuk penelitian selanjutnya, antara lain:

1. Ordo Professionis Religiosae adalah pedoman yang disusun oleh Gereja untuk upacara pengikraran kaul-kaul religius. Unsur-unsur apa yang kiranya harus tetap dipertahankan dalam ritus yang telah disusun tersebut dan sejauh mana kekhasan tarekat dapat dimasukkan dalam ritus tersebut.
2. Sangat ditekankan pentingnya teologi kaul-kaul, artinya hubungan teologis antara ekaristi dan pengikraran kaul-kaul, hubungan pengikraran kaul-kaul dengan pembaptisan (inisiasi).
3. Sangat dianjurkan agar pengikraran kaul-kaul religius dilaksanakan dalam perayaan ekaristi oleh karena perayaan ekaristi tidak hanya memiliki dimensi penyatuan dengan kurban Kristus, melainkan juga bahwa di dalam perayaan ekaristi umat hadir. Dengan kata lain, umat adalah saksi dari pernikahan luhur antara Kristus dan kaum religius yang mengikat diri dalam persatuan dengan Kristus lewat kaul-kaul. Bahkan, dalam formula dari masing-masing religius menyebutkan bahwa umat yang hadir pada saat itu adalah saksi pernikahan luhur. Oleh karena itu, salah satu kemungkinan penelitian selanjutnya berkaitan dengan pengikraran kaul-kaul religius adalah “sejauh mana umat berperan dan terlibat selama berlangsungnya proses upacara pengikraran kaul-kaul religius.
4. Apa maksud dari pernyataan “selain itu hendaknya disusun upacara pengikraran kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul, untuk meningkatkan keutuhan, kesederhanaan dan keluhuran upacara”? Unsusr-unsur apa yang diperbaharui untuk meningkatkan keutuhan, kesederhanaan dan keluhuran upacara?

4. Berbagai Konsekuensi Praktis Liturgis
4.1. Pentingnya Persiapan yang matang

Pengikraran kaul adalah sebuah upacara publik dan melibatkan banyak orang. Maka, sangat penting untuk diingat bahwa upacara ini tidak sama dengan upacara pada umumnya yang dilakukan dengan banyak protokol. Upacara pengikraran kaul menuntut suatu kekhidmatan dan kekhusuyukan. Oleh karena itu, hendaklah dihindari protokoler yang terlalu banyak dalam upacara pengikraran kaul-kaul religius. Upacara harus diusahakan berjalan lancar dan mengalir sedemikian rupa. Jadi, sangat penting dan bahkan kami dapat mengatakan bahwa latihan sebelum pengikraran kaul, baik para petugas liturgi, mereka yang akan berkaul, koor dan semua orang yang kiranya akan terlibat secara langsung dalam upacara tersebut wajib diadakan.

4.2. Penyadaran peran Umat

Hal yang juga tidak kalah penting adalah persiapan umat yang merupakan saksi dari upacara pengikraran kaul. Sebelum perayaan dimulai, hendaknya protokol atau pemimpin upacara menjelaskan kepada umat tentang arti dan fungsi kehadiran mereka. Umat yang hadir bukanlah untuk menonton sebuah pertunjukan kaul seperti yang sering terjadi. Umat adalah saksi sebuah perjanjian. Seorang saksi bertanggungjawab atas apa yang didengarnya. Maka, umat perlu diajak untuk menyatukan hati dengan sungguh-sungguh dalam doa-doa selama upacara berlangsung, karena hanya rahmat Tuhanlah yang dapat menyelenggarakan segala sesuatu. Dengan demikian umat memahami perannya dalam mengikuti upacara pengikraran kaul-kaul religius dan bagaimana mereka seharusnya bersikap untuk mendukung penyerahan diri kaum religius, baik selama perayaan Ekaristi maupun dalam penghayatan hidup selanjutnya.

5. Usul dan Saran

Setelah melihat penjelasan hubungan antarbab dan berbagai kemungkinan penelitian lebih lanjut dalam upacara pengikraran pengikraran kaul-kaul religius, maka pada bagian ini kami akan memberikan beberap usul dan saran:
Ø Hendaknya Ordo Professionis Religiosae yang diterbitkan sejak tahun 1970 diterbitkan dalam edisi Bahasa Indonesia agar tarekat-tarekat religius mempunyai pedoman dalam melaksanakan upacara pengikraran kaul-kaul dalam bahasa Indonesia.
Ø Hendaknya tarekat-tarekat religius mentaati patokan-patokan yang ada dalam Ordo Professionis Religiosae dari Kongregasi Ibadat Ilahi dalam melakasanakan upacara pengikraran kaul-kaul religius pada bagian mana kebiasaan serikat diikuti.
Ø Salah satu penekanan Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Liturgi artikel 80 adalah bahwa pengikraran kaul hendaknya ditinjau kembali untuk meningkatkan keutuhan, kesederhanaan, dan keluhuran upacara. Oleh karena itu, hendaknya tarekat-tarekat religius sungguh-sungguh memaknai upacara kaul, artinya kaul religius bukan hanya sekadar pesta melainkan penyerahan diri kepada Allah secara utuh.
Ø Sangat dianjurkan agar upacara pengikraran kaul-kaul religius dipersiapkan sedemikian rupa, sehingga upacara itu tidak membosankan. Bagian demi bagian upacara harus jelas tanpa terlalu banyak protokoler.
Ø Dalam upaya mempertahankan kekhasan masing-masing tarekat dalam melaksanakan upacara pengikraran kaul-kaul, hendaknya tarekat-tarekat religius tetap berpedoman pada kaidah-kaidah liturgi resmi yang berlaku.
Ø Pentingnya katekese umat tentang kaul-kaul, artinya hendaknya para pemimpin Gereja (kaum biarawan/biarawati) mensosialisasikan kepada umat betapa pentingnya nilai pendidikan liturgi, teristimewa nilai kaul-kaul religius sebagai landasan untuk menyatukan mereka dengan Allah dan sesama.
Ø Sangat dianjurkan agar tarekat-tarekat religius kembali kepada teks Konstitusi Liturgi artikel 80 dalam melaksanakan upacara pengikraran kaul-kaul guna meningkatkan keluhuran, kesederhanaan dan keutuhan upacara pengikraran kaul, meninjau dan memugar kembali buku serikat yang dipakai selama ini seturut Ordo Professionis Religiosae.
Blasius Baene dan Sr. Menry Pintubatu, H. Carm adalah Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang

DAFTAR PUSTAKA
Dokumen Gereja

Hardawiryana, R. (terj), Seri Dokumen Gerejani No. 16, Pembinaan Dalam Lembaga-lembaga Hidup Religius, Jakarta: Departemen Dokumentsi dan Penerangan KWI, 1991.

----------------, Seri Dokumen Gerejani No. 7, Lumen Gentium, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1990.

----------------, Seri Dokumen Gerejani No. 11, Perfectae Caritatis, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1991.

----------------, Seri Dokumen Gerejani, No. 51, Vita Consecrata, Jakarta: Separtemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2002.

----------------, Seri Dokumen Gerejani No. 9, Sacrocanctum Concilium, Jakarta: Departemen Sokumentasi dan Penerangan KWI, 1990.

----------------, Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor, 1993.

Sekretariat KWI, Kitab Hukum Kanonik, Jakarta: Obor, 1991.

Buku-Buku Penunjang

Adi Subratha, Stafanus I Kadek, Upacara Pengikraran Kaul SVD Dalam Terang Konstitusi Liturgi Artikel 80, Malang: STFT Widya Sasana Malang, 1999.

Bugnini, Annibale, The Reform Of The Liturgy 1948-1975, The Liturgical Press, Collegeville, ----------------, Minnestoa, America, 1990.

----------------, Pontificale Romanum Ordo Consecrationis Virginum, Editio Typica, Liberia Editare Vaticana MCMLXXVIII, 1978.

Da Cunha, Bosco, Upacara Pengikraran Kaul Kekal Para Biarawati Dalam Perayaan Ekaristi, (terj), dari Dokumen Ordo Professionis Religiosae, 1970.

Darminta, J, Religius dan Pembaharuan Rohani, Yogyakarta: Kanisius, 1983.

Flannery, Austin, Vatican Councill II: The Conciliar and Post Conciliar Documents, Dominicants Publications, St. Saviour’s Dublin, USA, 1980.

Go, Piet, Tarekat Hidup Bakti Menurut Hukum Gereja, Malang: Dioma, 1996.

Jacobs, Tom, Hidup Membiara, Makna dan Tantangannya, Kanisius: Yogyakarta, 1987.

Konstitusai dan Dorektorium Serikat Sabda Allah, Roma: Arnoldus, 1983.

Martasudjita, E, Ekaristi (Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral), Yogyakarta: Kanisius, 2005.

Marzialli, Carlo, (alih bahasa), Regula, Konstitusi dan Statuta Umum Kongregasi Passionis, Batu: Vikariat Regoinal Jenderal Ratu Damai, 1990

Panitia Spiritualitas, Mengikuti Kristus, Yogyakarta: Kanisius, 1985.

Perayaan Ekaristi Pengikraran Kaul Kekal dan Kaul Pertama Frater dan Bruder Kongregasi Passionis, Malang: Seminari Tinggi CP “Mater Sanctae Spei” dan Biara Beato Pio Campidelli (penyusun), 1994.

Seazolt, R. Kevin, New Liturgy, New Law, The Liturgical Press, Collegeville, Minnestoa, America, 1980.

Teks Misa Kaul Kekal Kongregasi Para Saudari Perawan Maria dari Gungung Karmel, (terj), Madrid, 1983.

[1] R. Hardawiryana, (terj), Seri Dokumen Gerejani No. 9, Sacosanctum Concilium, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1990.
[2] R. Hardawiryana, (terj), Seri Dokumen Gerejani No. 7, Lumen Gentium, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1990.
[3] R. Hardawiryana, (terj), Seri Dokumen Gerejani No. 11, Perfectae Caritatis, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 1991.
[4] PC 6
[5] PC 5
[6] Sekretariat KWI, Kitab Hukum Kanonik, Jakarta: Obor, 1991.
[7] R. Hardawiryana, (terj), Seri Dokumen Gerejani No. 51, Vita Consecrata, Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2002.
[8] Bdk. SC 62.
[9] Bdk. A. Bugnini, Pontifikale Romanum Ordo Consecrationis Virginum, Editio Typica, Liberia Editare Vaticana MCMLXXVIII, 1978, hal. 5.
[10] Perlu dibedakan antara para perawan dengan kaum religius. Yang dimaksud dengan para perawan adalah mereka yang hidup dalam kemurnian, tetapi tidak terikat dalam suatu bentuk hidup komunitas kendatipun mereka tetap menjalankan hidup sebagai perawan. Sedangkan kaum religius adalah mereka yang selain terikat dalam kaul-kaul religius, mereka juga terikat dalam suatu bentuk hidup komunitas atau hidup bersama dalam sebuah komunitas.
[11] A. Bugnini, Pontifikale Romanum Ordo Consecrationis Virginum, Editio Typica, Liberia Editare Vaticana MCMLXXVIII, 1978, hal. 8-9. Untuk membahas secara mendetail bagaimana upacara prasetya para perawan ini setelah Konsili Vatikan II, kami tidak akan membahasnya lebih lanjut, karena bentuk hidup perawan seperti ini tidak populer di Indonesia.
[12] SC 80.
[13] J.D. Crichton, The Church Worship Consideration On The Liturgical Constitution of The Second Vatican Council, Geoffrey Chapmann-London, 1984, hal. 197. Berhubung karena kami belum menemukan buku asli yang ditulis oleh J.D. Crichton, maka uraian mengenai komentar beliau kami ambil dari salah satu skripsi yang juga membahas gagasan beliau mengenai kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul, dalam Stefanus I Kadek Adi Subratha, Upacara Pengikraran Kaul SVD Dalam Terang Konstitusi Liturgi Artikel 80, Malang: STFT Widya Sasana Malang, 1999, hal. 48.
[14] Tom Jacobs, Hidup Membiara, Makna dan Tantangannya, Yogyakarta: Kanisius, 1983, hal. 61-62.
[15] Bdk. terjemahan Bosco Da Cunha, Upacara Pengikraran Kaul Kekal para Biarawati Dalam Perayaan Ekaristi. Dalam buku ini diauraikan bagaimana upacara pengikraran kaul kekal para biarawati secara universal. Urutannya adalah pertama-tama diawali dengan upacara pembuka, liturgi sabda. Setelah upacara liturgi sabda, diadakan upacara pengikraran kaul kebiaraan dengan melakukan tanya jawab antara imam dan calon profes. Setelah itu, dilanjutkan dengan Homili untuk menjelaskan makna bacaan-bacaan Kitab Suci dan makna pengikraran kaul-kaul sebagai anugerah dari Allah. Setelah Homili, diadakan penyelidikan bagi para calon professan. Pada saat itu, imam menanyakan kepada para calon professan apakah mereka sudah siap untuk mempersembahkan dirinya kepada Allah dan mengamalkan cinta yang sempurna menurut regula atau konstitusi keluarga biara. Setelah itu, upacara Litani Permohonan dengan tujuan untuk memohon berkat dari para kudus bagi mereka yang baru mengikrarkan kaul-kaul. Setelah “litani permohonan,” dua biarawati yang sudah berkaul kekal berdiri mendampingi Pemimpin umum Serikat yang duduk di kursi seturut kebiasaan serikat yang bersangkutan dan berperan sebagai saksi. Pada saat itu, professan baru maju satu per satu di hadapan Provinsial, lalu membacakan teks kaul yang sudah ada. Setelah itu, professan baru maju ke altar dan meletakkan teks kaul di atas altar sambil membubuhkan tanda tangan. Sesudah itu, mereka kembali ke tempat semula sambil berdiri dan menyanyikan lagu menurut kebiasaan serikat. Usai nyanyian, disusul dengan pengudusan dan doa berkat ke atas para professan baru yang diucapkan oleh Imam. Setelah itu, penyerahan tanda-tanda kaul bagi mereka yang baru mengikrarkan kaul-kaul. Tanda-tanda kaul yang dimaksud adalah berupa cincin sebagai tanda mempelai Kristus. Usai penyerahan tanda kaul, kemudian dilanjutkan dengan Liturgi Ekaristi, lalu upacara penutup dan berkat meriah dan pengutusan.
[16] Sekretariat KWI, Kitab Hukum Kanonik No. 1191, Jakarta: Obor, 1991, hal. 335.
[17] Ibid, Kitab Hukum Kanonik No. 1192.
[18] Bosco da Cunha, O. Carm, Arti Liturgi dalam Hidup Bakti, dalam Stefanus I Kadek Adi Subratha, (Skripsi), Upacara Pengikraran Kaul SVD Dalam Terang Konstitusi Liturgi Artikel 80, Malang: STFT Widya Sasana Malang, 1999, hal. 55.
[19] Bdk. Ordo Professionis Religiosae, (terj). Bosco da Cunha, “Dari hakekatnya, upacara pengikraran kaul religius menuntut bahwa seluruh kegiatan liturgis hendaknya dirayakan dengan kemeriahan sepantasnya, tetapi hendaknya pula berwaspada terhadap kemewahan pesta yang tidak seusai dengan kemiskinan kaum religius. Dengan kata lain, yang dimaksudkan dengan “kesederhanaan” profesi religius adalah tidak terletak pada upacara liturgis melainkan terletak pada kegiatan di luar upacara liturgi.
[20] Piet Go, O. Carm, Tarekat Hidup Bakti Menurut Hukum Gereja, Malang: Dioma, 1996, hal. 137.
[21] Bdk. J. Darminta, SJ, Religius dan Pembaharuan Rohani, Yogyakarta: Kanisius, 1983, hal. 22-23. Dalam dokumen Evangelica Testificatio dikatakan bahwa ada lima bentuk praksis penghayatan hidup religius, antara lain: penghayatan kaul, penghayatan askesis, penghayatan hidup berkomunitas, penghayatan hidup doa, dan penghayatan hidup kerasulan.
[22] Ibid, hal. 11.
[23] R. Hardawiryana, Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor, 1993, hal. 133. Bdk. Piet Go, O. Carm, Tarekat Hidup Bakti Menurut Hukum Gereja, Malang: Dioma, 1996, hal. 132. “Penghayatan nasihat-nasihat Injili merupakan ungkapan, sarana atau jalan pembaktian diri kepada Allah yang patut dicintai melebihi segala-galanya. Tujuan ini didukung oleh penghayatan nasihat-nasihat Injili yang membebaskan manusia dari aneka hambatan untuk mencintai Allah melebihi segalanya itu.
[24] R. Hardawiryana, Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor, 1993, hal. 134.
[25] Ibid, hal. 137.
[26] Bdk. Ordo Professionis Religiosae, (terj), Bosco da Cunha yang mengatakan bahwa upacara pengikraran kaul religius sedapat mungkin dihadiri oleh banyak umat beriman, sedapat mungkin pula banyak imam berkonselebrasi
[27] Bdk. A. Bugnini, dalam Stefanus I Kadek Adi Subratha, (Skripsi), Upacara Pengikraran Kaul SVD Dalam Terang Konstitusi Liturgi Artikel 80, Malang: STFT Widya Sasana Malang, 1999, hal. 59.
[28] Sekretariat KWI, Kitab Hukum Kanonik No. 578, Jakarta: Obor, 1991, hal.
[29] A. Bugnini, Ordo Professionis Religiosae, dalam Stefanus I Kadek Adi Subratha, (Skripsi), Upacara Pengikraran Kaul SVD Dalam Terang Konstitusi Liturgi Artikel 80, Malang: STFT Widya Sasana Malang, 1999, hal. 60.
[30] E. Martasudjita, Pr, Ekaristi (Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral), Yogyakarta: Kanisius, 2005, hal. 9.
[31] Ibid, hal. 310.
[32] Panitia Spiritualitas, Mengikuti Kristus, Yogyakarta: Kanisius, 1985, hal. 83.
[33] A. Bugnini, The Reform of The Liturgy 1948-1975, The Liturgical Press, Collegeville, Minnestoa, America, 1990, hal. 763-770.
[34] E. Martasudjita, Pr, Op. Cit. hal. 298.
[35] Stefanus I Kadek Adi Subratha, (Skripsi), Upacara Pengikraran Kaul SVD Dalam Terang Konstitusi Liturgi Artikel 80, Malang: STFT Widya Sasana Malang, 1999, hal. 63.
[36] Bosco da Cunha, Arti Liturgi dalam Hidup Bakti. Dalam Stefanus I Kadek Adi Subratha, Ibid.
[37] Bdk. Terjemahan Bosco da Cunha, O.Carm, Upacara Pengikraran Kaul Kekal para Biarawati Dalam Perayaan Ekaristi.
[38] R. Kevin Seazolt, New Liturgy, New Law, The Liturgical Press, Collegeville, Minnestoa, America, 1980. Gagasan yang disampaikan oleh Kevin berkaitan dengan formulasi kaul-kaul kaum religius sama dengan apa yang digagas oleh Bugnini dalam The Reform of the Liturgy. Hanya, Kevin menambahkan bahwa sebelum kaum religius mengucapkan Profesi Sementara, seseorang harus diterima terlebih dahulu dalam Novisiat. Dan inilah yang disebut sebagai “Inisiasi.”
[39] Renovationis Causam (Instruksi tentang Pembaharuan Hidup Religius, artikel 13). Dalam Austin Flannery, Vatican Councill II: The Conciliar and Post Conciliar Documents, Dominicants Publications, St. Saviour’s Dublin, USA, 1980, hal. 647.
[40] A. Bugnini, The Reform of the Liturgy 1948-1975, The Liturgical Press, Collegeville, Minnestoa, America, 1990, hal. 766.
[41] Bdk. Instruction On The Renewal Of Religiuos Life (Renovationis Causam artikel 7), Dalam Austin Flannery, Vatican Councill II: The Conciliar and Post Conciliar Documents, Dominicants Publications, St. Saviour’s Dublin, USA, 1980, hal. 647. Dalam artikel ini dikatakan bahwa kaul sementara/kaul pertama merupakan masa persiapan menuju kaul kekal. Oleh karena itu, selama barada dalam kaul sementara ini, seorang kaum religius baik pria maupun wanita dipersiapkan sedemikian rupa untuk lebih menghayati hidup religiusnya dan kemudian berani mengambil keputusan untuk mengikrarkan profesi kekal.
[42] Ibid, hal. 767.
[43] Ibid, hal. 769.
[44] Sehubungan dengan upacara pengikraran kaul-kaul dalam SVD, kami hanya membahas upacara pengikraran kaul-kaul yang dipakai sekarang ini.
[45] Vademecum SVD, Arnoldus, Ende: 1981, hal. 70-91.
[46] Mengenai struktur upacara pengikraran kaul-kaul dalam Serikat Sabda Allah tidak kami uraikan seluruhnya. Kami hanya menguraikan bagian-bagian tertentu saja yang kami rasa penting untuk diketahui bersama.
[47] Lagu ini merupakan tradisi yang diwariskan oleh Bapa pendiri Serikat Sabda Allah, yaitu St. Arnoldus Janssen. Lagi ini dimaksudkan sebagai tanda perlindungan kepada Bunda Maria.
[48] Konstitusi SVD, Roma, 1898, dalam Konstitusi dan Direktorium Serikat Sabda Allah, Roma: Arnoldus, 1983, hal. 48. Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah sabda Allah yang telah menjadi manusia. Di dalam Dia telah diwahyukan kepada kita cinta Bapa, Putra dan Roh Kudus. Oleh karena itu, hendaknya kita mempersembahkan kepada-Nya cinta hati kita dan mengikuti Dia, karena Dia telah menjadi teladan kita yang paling utama.
[49] Konstitusi dan Direktorium Serikat Sabda Allah, Roma, 1983, hal. 88. Menurut teladan Bapa Pendiri kita, kita menghormati Roh Kudus secara istimewa dan memajukan devosi ini. Bahkan, beliau mengatakan bahwa “hendaknya” kita mendoakan Veni Craetor Spiritus” setiap hari atau doa pujian lain kepada Roh Kudus. Tiap tahun kita merayakan tujuh Misa untuk menghormati Roh Kudus bagi karya misi kita dan pada hari Pentakosta kita membaharui penyerahan diri kita kepada Allah Roh Kudus.
[50] Pater Magister bertugas untuk memanggil nama-nama para frater dan bruder yang akan mengikrarkan kaul untuk pertam kalinya.
[51] Pater Rektor bertugas untuk memanggil nama-nama para frater dan bruder yang akan mengikrarkan kaul untuk kekal
[52] Kaul merupakan tindakan personal dari orang yang mengikrarkan kaul tanpa adanya paksaaan. Oleh karena itu, jawaban “saya hadir” mengandaikan bahwa orang yang mengikrarkan kaul itu sungguh-sungguh atas keputusannya sendiri untuk menanggapi panggilan Tuhan dan mengikat diri dalam kaul-kaul religius. Di samping itu juga, jawaban ini mengandaikan bahwa orang itu tidak boleh diwakili oleh orang lain.
[53] Vademecum SVD, Ende: Arnoldus, 1981, hal. 83-84.
[54] Ibid, hal. 85.
[55] Ibid, hal. 92-95.
[56] Bagian ini merupakan bagian yang dibacakan secara pribadi oleh masing-masing yang berkaul. Bagi mereka yang berkaul untuk pertama kalinya, mengucapkan “untuk satu tahun.” Sebaliknya, bagi mereka yang berkaul untuk kekal, mengucapkan “untuk kekal.”
[57] Vademecum SVD, Op. Cit. hal. 86.
[58] Dalam membahas struktur upacara pengikraran kaul-kal dalam Kongregasi Hermanas Carmelitas, kami hanya menguraikan hal-hal tertentu yang kami anggap sangat penting untuk diketahui.
[59] Perlu diperhatikan bahwa dalam Kongregasi Hermanas Carmelitas, upacara pengikraran kaul kekal dan kaul pertama dibuat secara terpisah. Oleh karena itu, dalam karya tulis ini, kami hanya membahas upacara pengikraran kaul kekal, karena walaupun upacara pengikraran kaul-kaul dalam kongregasi Hermanas Carmelitas dibuat secara terpisah, tetapi perayaannya tetap dilangsungkan dalam perayaan ekaristi.
[60] Perayaan Ekaristi Pengikraran Kaul Kekal dan Kaul Pertama Frater dan Bruder Kongregasi Passionis (CP), Malang: Seminari Tinggi CP “Mater Sanctae Spei” dan Biara “Beato Pio Campidelli” (penyusun), 1994, hal. 1-17.
[61] Dalam membahas struktur upacara pengkiraran kaul-kaul dalam Kongregasi Passionis, kami tidak menguraikan seluruhnya. Kami hanya menjelaskan bagian-bagian tertentu yang menurut kami penting untuk diketahui.
[62] Perayaan Ekaristi Pengikraran Kaul Kekal dan Kaul Pertama Frater dan Bruder Passionis: Malang: Seminari Tinggi CP “Mater Sanctae Spei” dan Biara “Beato Pio Campidelli” (penyusun), 1994, hal. 10.
[63] P. Carlo Marziali, C.P. (alih bahasa), Regula, Konstitusi, dan Statuta Umum Kongregasi Passionis, Batu: Vikariat Regional Jenderal “Ratu Damai,” 1990, hal. 11-12.
[64] P. Carlo Marziali, C.P. (alih bahasa), Konstitusi Kongregasi Passionis, Batu: Vikariat Regional Jenderal “Ratu Damai,” 1990, hal. 136. “Dalam pekerjaan berat, yang diperlukan oleh pelayanan itu, kita memikul salib dengan semangat kesetiaan kepada perutusan kita.”
[65] Bdk, Pembahasan no. 2.6.2. hal.13.
[66] Bdk. Pembahasan no. 2.6.3. hal. 13.
[67] J.D. Crichton, The Church Worship Consideration On The Liturgical Constitution of The Second Vatican Council, Geoffrey Chapmann-London, 1984, hal. 197. Berhubung karena kami belum menemukan buku asli yang ditulis oleh J.D. Crichton, maka uraian mengenai komentar beliau kami ambil dari salah satu skripsi yang juga membahas gagasan beliau mengenai kaul religius dan pembaharuan kaul-kaul, dalam Stefanus I Kadek Adi Subratha, Upacara Pengikraran Kaul SVD Dalam Terang Konstitusi Liturgi Artikel 80, Malang: STFT Widya Sasana Malang, 1999, hal. 48.
[68] Bdk. terjemahan Bosco Da Cunha, Upacara Pengikraran Kaul Kekal para Biarawati Dalam Perayaan Ekaristi.

Tidak ada komentar: